Thursday 27 February 2020

UU Pilkada ( Kompilasi Satu Naskah)


Membaca peraturan perundang – undangan bukanlah sesuatu yang mudah, terutama bila peraturan tersebut terpisah – pisah di dalam dokumen yang berbeda. Tantangan ini tampak dari 3 (Tiga) undang - undang yang menjadi dasar hukum penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Walaupun ada ada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, akan tetapi peraturan ini menjadi dasar hukum yang berkekuatan hukum tetap pasca diterbitkannya Undang – undang nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang – undang. Setelah itu, peraturan ini pun mengalami perubahan melalui Undang – undang nomor 8 tahun 2015, hingga akhirnya diatur dalam Undang – undang nomor 10 tahun 2016.

Dokumen ini disusun untuk membantu pemahaman terhadap pengaturan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di tingkat undang – undang. Dokumen ini tidak hendak untuk menggantikan pengaturan yang di dalam undang – undangnya, oleh karena itu disandingkan pula undang – undang yang mengatur tentang pemilihan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Hal ini diharapkan agar pembaca dapat merujuk kepada dokumen resmi bilamana diperlukan.

Dokumen ini merupakan kompilasi, atau kodifikasi terhadap pengaturan tentang Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Untuk dapat memahaminya maka perlu diketahui bahwa :

•    Tulisan yang bewarna hitam, tidak tebal dan tidak bergaris menunjukkan pengaturannya di dalam Undang – undang nomor 1 tahun 2015;
•    Tulisan yang bewarna hitam tebal menunjukkan pengaturannya di dalam Undang – undang nomor 8 tahun 2015; dan
•    Tulisan yang bewarna hitam bergaris bawah menunjukkan pengaturannya di dalam Undang – undang nomor 10 tahun 2016

Atas dasar itu, maka akan lebih baik jika dokumen ini dicetak berwarna untuk dapat melihat asal muasal daripada pengaturannya. Bahkan akan lebih baik jika masing- masing dokumen, baik itu dokumen satu naskah dan masing – masing undang – undangnya dapat dicetak dengan kertas berwarna yang berbeda untuk memudahkan penggunaannya. Bukan itu saja, dokumen ini dapat dicetak dalam bentuk buku untuk menghemat jumlah kertas yang akan digunakan.

Sebagai bagian dari revisi, maka ada beberapa perubahan di edisi revisi kali ini. Perubahan – perubahan yang terjadi seperti perbaikan terhadap substansi dari dokumen, memaksimalkan layout untuk memasimalkan penggunaan kertas yang mungkin nantinya dilakukan, dan yang terakhir adalah menghapuskan informasi permohonan atas masukan dan saran, yang tadinya terdapat pada setiap halaman.

Walaupun dokumen ini merupakan edisi revisi, maka masih tidak menutup kemungkinan adanya kesalahan ataupun perubahan untuk yang lebih baik. Dengan dihapuskannya informasi permohonan atas masukan dan saran yang terdapat pada setiap halaman, maka hal ini dapat dilakukan dengan menghubungi purnomo.s.pringgodigdo@gmail.com.

Semoga dokumen ini dapat bermanfaat bagi kehidupan demokrasi di negara ini, khususnya bagi penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Indonesia

Surabaya, 1 Agustus 2016 Penyusun




Purnomo S. Pringgodigdo



Bab I Ketentuan Umum
Pasal 1
   
Dalam Peraturan Pemerintah    Pengganti    Undang-Undang    ini    yang
dimaksud dengan:
1    Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati
dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis.
2    Dihapus.
3    Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur adalah peserta Pemilihan yang diusulkan oleh
partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum Provinsi.
4    Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota adalah
peserta Pemilihan yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota.
5    Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga
negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6    Pemilih adalah penduduk yang berusia paling rendah 17 (tujuh belas) tahun atau
sudah/pernah kawin yang terdaftar dalam Pemilihan.
7    Komisi Pemilihan Umum yang selanjutnya disingkat KPU adalah lembaga penyelenggara
pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas dan wewenang dalam penyelenggaraan Pemilihan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
8    KPU Provinsi adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas menyelenggarakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur berdasarkan ketentuan
yang diatur dalam Undang-Undang ini.
9    KPU Kabupaten/Kota adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum
yang diberikan tugas menyelenggarakan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
10    Badan Pengawas Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Bawaslu adalah lembaga
penyelenggara pemilihan umum yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas dan wewenang dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilihan berdasarkan
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

11    Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum yang selanjutnya disingkat DKPP
adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan umum dan merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas dan wewenang dalam menangani pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
12    Panitia Pemilihan Kecamatan yang selanjutnya disingkat PPK adalah panitia yang dibentuk
oleh KPU Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan Pemilihan di tingkat Kecamatan atau nama lain.
13    Panitia Pemungutan Suara yang selanjutnya disingkat PPS adalah panitia yang dibentuk oleh
KPU Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan Pemilihan di tingkat Desa atau sebutan lain/Kelurahan.
14    Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang selanjutnya disingkat KPPS adalah
kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara.
15    Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disingkat TPS adalah tempat dilaksanakannya
pemungutan suara untuk Pemilihan.
16    Bawaslu Provinsi adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum yang bertugas mengawasi
penyelenggaraan pemilihan umum di wilayah provinsi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas dan wewenang dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
17    Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Panwas
Kabupaten/Kota adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu Provinsi yang bertugas untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilihan di wilayah Kabupaten/Kota.
18    Panitia Pengawas Pemilihan Kecamatan yang selanjutnya disebut Panwas Kecamatan adalah
panitia yang dibentuk oleh Panwas Kabupaten/Kota yang bertugas untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilihan di wilayah Kecamatan.
19    Pengawas Pemilihan Lapangan yang selanjutnyan disingkat PPL adalah petugas yang
dibentuk oleh Panwas Kecamatan untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilihan di Desa atau sebutan lain/Kelurahan.
20    Pengawas Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut Pengawas TPS adalah
petugas yang dibentuk oleh Panwas Kecamatan untuk membantu PPL.
21    Kampanye Pemilihan yang selanjutnya disebut Kampanye adalah kegiatan untuk meyakinkan
Pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
22    Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
23    Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

24    Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi yang selanjutnya disebut DPRD Provinsi atau
sebutan lainnya adalah lembaga perwakilan rakyat daerah di provinsi dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
25    Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut DPRD
Kabupaten/Kota atau sebutan lainnya adalah lembaga perwakilan rakyat daerah di kabupaten/kota sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
26    Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
27    Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
28    Hari adalah hari kalender.


       
BAB II ASAS DAN PRINSIP PELAKSANAAN
        Bagian Kesatu
Asas
        Pasal 2
Pemilihan dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil.
       
        Bagian Kedua
Prinsip Pelaksanaan
        Pasal 3

(1)   
Pemilihan dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2)    Dihapus.
       
     Pasal 4   
Dihapus
       
     Pasal 5   
       
(1)    Pemilihan diselenggarakan melalui 2 (dua) tahapan yaitu tahapan persiapan dan tahapan penyelenggaraan.
(2)    Tahapan persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    a    perencanaan program dan anggaran;
    b    penyusunan peraturan penyelenggaraan Pemilihan;
    c    perencanaan penyelenggaraan yang meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan
pelaksanaan Pemilihan;
    d    pembentukan PPK, PPS, dan KPPS;
    e    pembentukan Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS;

    f    pemberitahuan dan pendaftaran pemantau Pemilihan;
    g    penyerahan daftar penduduk potensial Pemilih; dan
    h    pemutakhiran dan penyusunan daftar Pemilih.
(3)    Tahapan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    a    Dihapus.
    b    Dihapus.
    c    pengumuman pendaftaran pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan    calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan    calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;
    d    pendaftaran pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan    calon
Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan    calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;
    e    penelitian persyaratan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan
Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;
    f    penetapan pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan    calon
Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan    calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;
    g    pelaksanaan Kampanye;
    h    pelaksanaan pemungutan suara;
    i    penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara;
    j    penetapan calon terpilih;
    k    penyelesaian pelanggaran dan sengketa hasil Pemilihan; dan
    l    pengusulan pengesahan pengangkatan calon terpilih.
(4)    Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian tahapan persiapan dan penyelenggaraan Pemilihan diatur dengan Peraturan KPU.
       
             Pasal 6   
       
(1)    KPU Provinsi menyampaikan laporan kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur kepada DPRD Provinsi dan KPU dengan tembusan kepada Presiden melalui Menteri.
(2)    KPU Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada DPRD Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada KPU Provinsi dan Gubernur.
(3)    Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh KPU Provinsi diteruskan kepada KPU dan
oleh Gubernur diteruskan kepada Menteri.

       
BAB III PERSYARATAN CALON   
        Pasal 7   
           
(1)    Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri
dan dicalonkan sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
(2)    Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon
Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    a    bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;   
    b    setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
    c    berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat;
    d    dihapus;   
    e    berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;
    f    mampu secara jasmani, rohani, dan bebas dari penyalahgunaan narkotika berdasarkan
hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim;
    g    tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana;    Yang dimaksud dengan “mantan                terpidana” adalah        orang            yang sudah            tidak                ada hubungan baik teknis (pidana)                        maupun administratif                dengan menteri                                yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, kecuali mantan                    terpidana bandar    narkoba        dan terpidana                    kejahatan seksual terhadap anak.
    h    tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

i    tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan
dengan surat keterangan catatan kepolisian;    Yang dimaksud dengan
“melakukan perbuatan tercela” antara lain judi, mabuk, pemakai/pengedar narkotika, dan berzina, serta    perbuatan melanggar    kesusilaan lainnya.
j    menyerahkan daftar kekayaan pribadi;   
k    tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;    Yang dimaksud dengan “merugikan keuangan negara”        adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat    perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
l    tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap;
m    memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan memiliki laporan pajak pribadi;
n    belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama untuk Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati,
Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota;
o    belum pernah menjabat sebagai Gubernur untuk calon Wakil Gubernur, atau
Bupati/Walikota untuk Calon Wakil Bupati/Calon Wakil Walikota pada daerah yang sama
p    berhenti dari jabatannya bagi Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati,
Walikota, dan Wakil Walikota yang mencalonkan diri di daerah lain sejak ditetapkan sebagai calon;
q    tidak berstatus sebagai penjabat Gubernur, penjabat Bupati,
dan penjabat Walikota;    Ketentuan    ini
dimaksudkan        untuk mencegah    penjabat
Gubernur,        penjabat Bupati,    dan        penjabat Walikota mengundurkan        diri untuk mencalonkan diri menjadi        Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil  Bupati, Walikota,
atau Wakil Walikota.

r    dihapus;
s    menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan;
t    menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Tentara Nasional
Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Negeri Sipil serta Kepala Desa atau sebutan lain sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan; dan
u    berhenti dari jabatan pada badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah
sejak ditetapkan sebagai calon.

   
BAB IV PENYELENGGARA PEMILIHAN
    Bagian Kesatu
Umum
    Pasal 8
   
(1)    Penyelenggaraan Pemilihan menjadi tanggung jawab bersama KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
(2)    Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dilaksanakan oleh KPU Provinsi.
(3)    Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota
dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/Kota.
   
    Bagian Kedua
Tugas, Wewenang, dan Kewajiban KPU
    Pasal 9
   
Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilihan meliputi:
a    menyusun dan menetapkan Peraturan KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilihan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat, dan Pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat
b    mengoordinasi dan memantau tahapan Pemilihan;
c    melakukan evaluasi penyelenggaraan Pemilihan;
d    menerima laporan hasil Pemilihan dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota;
e    memfasilitasi pelaksanaan tugas KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam melanjutkan tahapan pelaksanaan Pemilihan jika Provinsi, Kabupaten, dan Kota tidak dapat melanjutkan tahapan Pemilihan secara berjenjang; dan
f    melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh peraturan perundang-
undangan.
   

         Pasal 10       
       
KPU dalam penyelenggaraan Pemilihan wajib:
a    memperlakukan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota secara adil dan setara;
b    menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilihan kepada masyarakat;
b1    melaksanakan dengan segera rekomendasi dan/atau putusan Bawaslu mengenai sanksi administrasi Pemilihan    Yang    dimaksud dengan “segera” yakni tidak melampaui
tahapan berikutnya.
c    melaksanakan Keputusan DKPP; dan   
d    melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
       
         Pasal 10A       
KPU memegang tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan Pemilihan oleh KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, dan petugas pemutakhiran data Pemilih.

        Bagian Ketiga
Tugas, Wewenang, dan Kewajiban KPU Provinsi
        Pasal 11

Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur meliputi:
a    merencanakan program dan anggaran;
b    merencanakan dan menetapkan jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur;
c    menyusun dan menetapkan tata kerja KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dengan memperhatikan
pedoman dari KPU;
d    menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan penyelenggaraan
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e    mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan
penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan pedoman dari KPU;
f    menerima daftar Pemilih dari KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur;
g    memutakhirkan data Pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan
diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data terakhir:
    1    pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
    2    pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden; dan

    3    Pemilihan,
serta menetapkannya sebagai daftar Pemilih;
h    menetapkan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang telah memenuhi persyaratan;
i    menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi yang bersangkutan;
j    membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara serta
wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilihan dan Bawaslu Provinsi;
k    menerbitkan Keputusan KPU Provinsi untuk mengesahkan hasil Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur dan mengumumkannya;
l    mengumumkan pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih dan
membuat berita acaranya;
m    melaporkan hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur kepada KPU dan Menteri;
n    menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Bawaslu Provinsi atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilihan;
o    mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU
Kabupaten/Kota, sekretaris KPU Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan;
p    melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Provinsi kepada masyarakat;
q    melaksanakan pedoman yang ditetapkan oleh KPU;
r    memberikan pedoman terhadap penetapan organisasi dan tata cara penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai dengan tahapan yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan;
s    melakukan evaluasi dan membuat laporan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur;
t    menyampaikan laporan mengenai hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
kepada DPRD Provinsi; dan
u    melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU dan/atau ketentuan
peraturan perundang-undangan.
       



         Pasal 12   
   
Dalam pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, KPU Provinsi wajib:
a    melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dengan tepat waktu;
b    memperlakukan peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur secara adil dan
setara;
c    menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur kepada masyarakat;

d    melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
e    menyampaikan laporan pertanggungjawaban semua kegiatan penyelenggaraan
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur kepada KPU dan Menteri;
f    mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan
penyusutannya sesuai dengan ketentuan peraturan  perundang-undangan;
g    menyampaikan laporan periodik mengenai tahapan penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur kepada KPU dan Menteri dengan tembusan kepada Bawaslu;
h    membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU Provinsi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
i    menyediakan dan menyampaikan data hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di
tingkat Provinsi;
j    melaksanakan Keputusan DKPP; dan
k    melaksanakan kewajiban lain yang diberikan KPU dan/atau ketentuan peraturan
perundang-undangan.
   



         Pasal 13   
   
Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta
Walikota dan Wakil Walikota meliputi:
a    merencanakan program dan anggaran;
b    merencanakan dan menetapkan jadwal Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota;
c    menyusun dan menetapkan tata kerja KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dengan memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi;
d    menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan penyelenggaraan
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e    membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota dalam wilayah kerjanya;
f    mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan
penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi;
g    menerima daftar Pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota;

h    memutakhirkan data Pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan
diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data terakhir:
    1    pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
    2    pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden; dan
    3    Pemilihan,
serta menetapkannya sebagai daftar Pemilih;
i    menerima daftar Pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan menyampaikannya kepada KPU Provinsi;
j    menetapkan pasangan    calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan    calon
Walikota dan Calon Wakil Walikota yang telah memenuhi persyaratan;
k    menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilihan
Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh PPK di wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan;
l    membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan
suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilihan, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi;
m    menerbitkan Keputusan KPU Kabupaten/Kota untuk mengesahkan hasil Pemilihan
Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota;
n    mengumumkan pasangan    calon Bupati dan Wakil Bupati serta pasangan    calon
Walikota dan Wakil Walikota terpilih dan dibuatkan berita acaranya;
o    melaporkan hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan
Wakil Walikota kepada Menteri melalui Gubernur dan kepada KPU melalui KPU Provinsi;
p    menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota atas temuan
dan laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilihan;
q    mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota PPK,
anggota PPS, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan pemilihan berdasarkan rekomendasi Panwaslu
Kabupaten/Kota dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
r    melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan dan/atau yang berkaitan dengan
tugas KPU Kabupaten/Kota kepada masyarakat;
s    melaksanakan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan pedoman KPU dan/atau KPU Provinsi;
t    melakukan evaluasi dan membuat laporan penyelenggaraan pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota;
u    menyampaikan hasil pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota dan
Wakil Walikota kepada KPU Provinsi, Gubernur, dan DPRD kabupaten/Kota; dan
v    melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi,
dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
       

     Pasal 14   
       
KPU Kabupaten/Kota dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota wajib:
    a    melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota dengan tepat waktu;
    b    memperlakukan peserta pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota
dan Wakil Walikota secara adil dan setara;
    c    menyampaikan semua informasi penyelenggaraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada masyarakat;
    d    melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
    e    menyampaikan laporan pertanggungjawaban semua kegiatan penyelenggaraan
pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada Menteri melalui Gubernur dan kepada KPU melalui KPU Provinsi;
    f    mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan
penyusutannya sesuai dengan ketentuan peraturan  perundang-undangan;
    g    mengelola barang inventaris KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
    h    menyampaikan laporan periodik mengenai tahapan penyelenggaraan pemilihan Bupati
dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada Menteri melalui Gubernur, kepada KPU dan KPU Provinsi serta menyampaikan tembusannya kepada Bawaslu Provinsi;
    i    membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
    j    menyampaikan data hasil Pemilihan dari tiap TPS pada tingkat Kabupaten/Kota kepada
peserta Pemilihan paling lama 7 (tujuh) hari setelah rekapitulasi di Kabupaten/Kota;
    k    melaksanakan Keputusan DKPP; dan
    l    melaksanakan kewajiban lain yang diberikan KPU, KPU Provinsi dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
       
        Bagian Keempat
PPK
        Pasal 15
(1)    Untuk menyelenggarakan Pemilihan di tingkat Kecamatan dibentuk PPK.
(2)    PPK berkedudukan di ibu kota Kecamatan.
(3)    PPK dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota paling lambat 6 (enam) bulan sebelum pemungutan suara dan dibubarkan 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara.
(4)    Hak keuangan anggota PPK dihitung sesuai dengan waktu pelaksanaan tugasnya.
       
     Pasal 16   
(1)    Anggota PPK sebanyak 5 (lima) orang yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang.
(1a)    seleksi penerimaan anggota PPK dilaksanakan secara terbuka dengan memperhatikan kompetensi, kapasitas, integritas, dan kemandirian calon anggota PPK

(2)    Anggota PPK diangkat dan diberhentikan oleh KPU Kabupaten/Kota.
(3)    Komposisi keanggotaan PPK memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen).
(4)    Dalam menjalankan tugasnya, PPK dibantu oleh sekretariat yang dipimpin oleh Sekretaris
dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan.
(5)    PPK melalui KPU Kabupaten/Kota mengusulkan 3 (tiga) nama calon sekretaris PPK kepada
Bupati/Walikota untuk selanjutnya dipilih dan ditetapkan 1 (satu) nama sebagai Sekretaris PPK dengan Keputusan Bupati/Walikota.
   



         Pasal 17   
   
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPK meliputi:
a    membantu KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, Daftar Pemilih Sementara, dan Daftar Pemilih Tetap;
b    membantu KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan
Pemilihan;
c    melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan di tingkat Kecamatan yang
telah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota;
d    menerima dan menyampaikan daftar pemilih kepada KPU Kabupaten/Kota;
e    mengumpulkan hasil penghitungan suara dari seluruh PPS di wilayah kerjanya;
f    melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada huruf e dalam rapat yang dihadiri oleh saksi peserta Pemilihan dan Panwas kecamatan;
g    mengumumkan hasil rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada huruf f;
h    menyerahkan hasil rekapitulasi suara sebagaimana dimaksud pada huruf f kepada
seluruh peserta Pemilihan;
i    membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan
suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilihan, Panwas Kecamatan, dan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota;
j    menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Panwas
Kecamatan;
k    melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan
di wilayah kerjanya;
l    melakukan verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan;
m    melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang PPK kepada masyarakat;
n    melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU
Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
o    melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan.

        Bagian Kelima
PPS   
        Pasal 18   
           
(1)    Untuk menyelenggarakan Pemilihan di Desa atau sebutan lain/Kelurahan dibentuk PPS.
(2)    PPS berkedudukan di Desa atau sebutan lain/Kelurahan.   
(3)    PPS dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota 6 (enam) bulan sebelum pemungutan suara dan
dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara.
(4)    Hak keuangan anggota PPS dihitung sesuai dengan waktu pelaksanaan tugasnya.
           
     Pasal 19   
           
(1)    Anggota PPS berjumlah 3 (tiga) orang.   
(2)    Seleksi penerimaan anggota PPS dilaksanakan secara terbuka dengan memperhatikan kompetensi, kapasitas, integritas, dan kemandirian calon anggota PPS.
(3)    Anggota PPS diangkat dan diberhentikan oleh KPU Kabupaten/Kota
           
     Pasal 20   
           
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPS meliputi:
    a    membantu KPU Kabupaten/Kota dan PPK dalam melakukan pemutakhiran data Pemilih, Daftar Pemilih Sementara, daftar Pemilih hasil perbaikan, dan Daftar Pemilih Tetap;
    b    membentuk KPPS;   
    c    melakukan verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan;    Yang dimaksud dengan “verifikasi dukungan calon perseorangan” adalah penelitian    mengenai
keabsahan    surat pernyataan dukungan, fotokopi Kartu Tanda Penduduk Elektronik, pembuktian tidak adanya dukungan ganda, tidak adanya pendukung yang telah meninggal dunia, tidak adanya pendukung yang sudah tidak lagi menjadi penduduk di wilayah        yang
bersangkutan, atau tidak adanya pendukung yang
tidak mempunyai hak pilih.

    Yang dimaksud dengan
“rekapitulasi dukungan calon perseorangan” adalah pembuatan rincian nama-nama pendukung calon    perseorangan berdasarkan hasil verifikasi yang ditandatangani oleh ketua dan anggota PPS serta diketahui oleh kepala kelurahan/kepala desa atau sebutan lain.
d    mengusulkan calon petugas pemutakhiran data Pemilih kepada KPU Kabupaten/Kota;
e    mengumumkan daftar Pemilih;
f    menerima masukan dari masyarakat tentang Daftar Pemilih Sementara;
g    melakukan perbaikan dan mengumumkan hasil perbaikan Daftar Pemilih Sementara;
h    menetapkan hasil perbaikan Daftar Pemilih Sementara sebagaimana dimaksud pada huruf g untuk menjadi Daftar Pemilih Tetap;
i    mengumumkan Daftar Pemilih Tetap sebagaimana dimaksud pada huruf h dan
melaporkan kepada KPU Kabupaten/Kota melalui PPK;
j    menyampaikan daftar Pemilih kepada PPK;
k    melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan di tingkat Desa atau sebutan lain/Kelurahan yang telah ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota dan PPK;
l    mengumpulkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya;
m    Dihapus.
n    Dihapus.
o    Dihapus.
p    Dihapus.
q    menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara dan setelah kotak suara disegel;
r    meneruskan kotak suara dari setiap TPS kepada PPK pada hari yang sama setelah
terkumpulnya kotak suara dari setiap TPS dan tidak memiliki kewenangan membuka kotak suara yang sudah disegel oleh KPPS;
s    menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh PPL;
t    melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan di wilayah kerjanya;
u    melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan dan/atau yang berkaitan dengan
tugas dan wewenang PPS kepada masyarakat;
v    membantu PPK dalam menyelenggarakan Pemilihan, kecuali dalam hal penghitungan
suara;
w    melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU
Kabupaten/Kota, dan PPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

    x    melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan.
       
     Pasal 21   
       
(1)    Anggota KPPS berjumlah 7 (tujuh) orang yang berasal dari anggota masyarakat di sekitar TPS yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1a)    Seleksi penerimaan anggota KPPS dilaksanakan secara terbuka dengan memperhatikan
kompetensi, kapasitas, integritas, dan kemandirian calon anggota KPPS
(2)    Anggota KPPS diangkat dan diberhentikan oleh PPS atas nama Ketua KPU Kabupaten/Kota.
(3)    Pengangkatan dan pemberhentian anggota KPPS wajib dilaporkan kepada KPU Kabupaten/Kota.
(4)    Susunan keanggotaan KPPS terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.
       
     Pasal 22   
       
Tugas, wewenang, dan kewajiban KPPS meliputi:
    a    mengumumkan dan menempelkan Daftar Pemilih Tetap di TPS;
    b    menyerahkan Daftar Pemilih Tetap kepada saksi peserta Pemilihan yang hadir dan PPL;
    c    melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara di TPS;
    d    mengumumkan hasil penghitungan suara di TPS;
    e    menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh saksi, PPL, peserta Pemilihan, dan masyarakat pada hari pemungutan suara;
    f    menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara dan
setelah kotak suara disegel;
    g    membuat berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta membuat sertifikat
penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilihan, PPL, dan PPK melalui PPS;
    h    menyerahkan hasil penghitungan suara kepada PPS dan PPL;
    I    menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK melalui PPS pada hari yang sama;
    j    melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU
Kabupaten/Kota, PPK, dan PPS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan
    k    melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan.
       
        Bagian Keenam
Pengawas Penyelenggaraan Pemilihan
        Pasal 22A
       
(1)    Pengawasan penyelenggaraan Pemilihan menjadi tanggung jawab bersama Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwas Kabupaten/Kota.

(2)    Pengawasan penyelenggaraan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dilaksanakan oleh
Bawaslu Provinsi.
(3)    Pengawasan penyelenggaraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta pemilihan Walikota
dan Wakil Walikota dilaksanakan oleh Panwas Kabupaten/Kota.
       
             Pasal 22B   
       
Tugas dan wewenang Bawaslu dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilihan meliputi:
    a    menyusun dan menetapkan Peraturan Bawaslu dan pedoman teknis pengawasan untuk setiap tahapan Pemilihan serta pedoman tata cara pemeriksaan, pemberian rekomendasi, dan putusan atas keberatan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat yang
keputusannya bersifat mengikat;
    b    menerima, memeriksa, dan memutus keberatan atas putusan Bawaslu Provinsi terkait
pemilihan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, atau Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota terkait dengan Pemilihan yang diajukan oleh pasangan    calon dan/atau Partai Politik/gabungan Partai Politik terkait penjatuhan sanksi diskualifikasi dan/atau tidak diizinkannya Partai Politik/gabungan Partai Politik untuk mengusung pasangan    calon dalam Pemilihan berikutnya.
    c    mengoordinasikan dan memantau tahapan pengawasan penyelenggaraan Pemilihan;
    d    melakukan evaluasi pengawasan penyelenggaraan Pemilihan;
    e    menerima laporan hasil pengawasan penyelenggaraan Pemilihan dari Bawaslu Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota;
    f    memfasilitasi pelaksanaan tugas Bawaslu Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota dalam
melanjutkan tahapan pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan Pemilihan jika
Provinsi, Kabupaten, dan Kota tidak dapat melanjutkan tahapan pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan Pemilihan secara berjenjang;
    g    melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh peraturan perundang-
undangan;
    h    melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Bawaslu Provinsi dan Panwas
Kabupaten/Kota;
    i    menerima dan menindaklanjuti laporan atas tindakan pelanggaran Pemilihan; dan
    j    menindaklanjuti rekomendasi dan/atau putusan Bawaslu Provinsi maupun Panwas Kabupaten/Kota kepada KPU terkait terganggunya tahapan Pemilihan.
       
       
     Pasal 22C   
Bawaslu dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilihan wajib:
    a    memperlakukan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota secara adil dan setara;
    b    menyampaikan semua informasi pengawasan penyelenggaraan Pemilihan kepada
masyarakat;
    c    melaksanakan Keputusan DKPP; dan

    d    melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
       
        Pasal 22D
Bawaslu memegang tanggung jawab akhir atas pengawasan penyelenggaraan Pemilihan oleh
Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS.
       
        Pasal 23
       
(1)    Pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemilihan dilaksanakan oleh Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS.
(2)    Keanggotaan Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan
Pengawas TPS berasal dari kalangan profesional yang mempunyai kemampuan dalam melakukan pengawasan dan tidak menjadi anggota Partai Politik.
(3)    Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, dan Panwas Kecamatan masing-masing
beranggotakan 3 (tiga) orang.
(4)    PPL berjumlah 1 (satu) orang setiap Desa atau sebutan lain/Kelurahan.
(5)    Pengawas TPS berjumlah 1 (satu) orang setiap TPS.
       
        Pasal 24
       
(1)    Panwas Kabupaten/Kota dibentuk paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahapan persiapan penyelenggaraan Pemilihan dimulai dan dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilihan selesai.
(2)    Panwas Kabupaten/Kota dibentuk dan ditetapkan oleh Bawaslu Provinsi.
(3)    Penetapan anggota Panwas Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah melalui seleksi oleh Bawaslu Provinsi.
       
        Pasal 25
       
(1)    Panwas Kecamatan dibentuk 1 (satu) bulan sebelum tahapan pertama penyelenggaraan Pemilihan dimulai dan berakhir paling lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh tahapan
penyelenggaraan Pemilihan selesai.
(2)    Panwas Kecamatan untuk Pemilihan dibentuk oleh Panwas Kabupaten/Kota dan ditetapkan
dengan Keputusan Panwas Kabupaten/Kota.
       
        Pasal 26
       
(1)    PPL dibentuk 1 (satu) bulan sebelum tahapan pertama penyelenggaraan Pemilihan dimulai dan dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh tahapan penyelenggaraan
Pemilihan selesai.
(2)    Anggota PPL berjumlah 1 (satu) orang setiap Desa atau sebutan lain/Kelurahan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3)    Anggota PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Panwas
Kecamatan.
       
             Pasal 27   
       
(1)    Dalam melaksanakan tugas pengawasan, PPL dapat dibantu 1 (satu) orang Pengawas TPS di masing-masing TPS berdasarkan usulan PPL kepada Panwas Kecamatan.
(2)    Pengawas TPS dibentuk 23 (dua puluh tiga) hari sebelum hari pemungutan suara Pemilihan
dan dibubarkan 7 (tujuh) hari setelah hari pemungutan suara Pemilihan.
(3)    Tugas dan wewenang Pengawas TPS:
    a    mengawasi persiapan pemungutan dan penghitungan suara;
    b    mengawasi pelaksanaan pemungutan suara;
    c    mengawasi persiapan penghitungan suara;
    d    mengawasi pelaksanaan penghitungan suara;
    e    menyampaikan keberatan dalam hal ditemukannya dugaan pelanggaran, kesalahan, dan/atau penyimpangan administrasi pemungutan dan penghitungan suara; dan
    f    menerima salinan berita acara dan sertifikat pemungutan dan penghitungan suara.
(4)    Kewajiban Pengawas TPS:
    a    menyampaikan laporan hasil pengawasan pemungutan dan penghitungan suara;
    b    menyampaikan laporan dugaan pelanggaran pidana pemilihan yang terjadi di TPS kepada Panwas Kecamatan melalui PPL;
    c    menyampaikan dokumen hasil pemungutan dan penghitungan suara kepada PPL; dan
    d    melaksanakan kewajiban lain yang diperintahkan oleh ketentuan peraturan perundang- undangan.
       



                 Pasal 28   
           
(1)    Tugas dan wewenang Bawaslu Provinsi adalah:
    a    mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di wilayah provinsi yang meliputi:
        1    pemutakhiran data Pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan
Daftar Pemilih Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;
        2    pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan
Gubernur dan Wakil Gubernur;
        3    proses penetapan pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur;
        4    penetapan pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur;
        5    pelaksanaan Kampanye;
        6    pengadaan logistik Pemilihan dan pendistribusiannya;
        7    pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilihan;
        8    pengawasan seluruh proses penghitungan suara di wilayah kerjanya;

        9    proses rekapitulasi suara dari seluruh Kabupaten/Kota yang dilakukan oleh KPU
Provinsi;
        10    pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilihan lanjutan, dan
Pemilihan susulan; dan
        11    proses penetapan hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur;
    b    mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh Bawaslu Provinsi dan lembaga kearsipan Provinsi berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bawaslu dan Arsip Nasional Republik Indonesia;
    c    menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-
undangan mengenai Pemilihan;
    d    menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Provinsi untuk ditindaklanjuti;
    e    meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi
yang berwenang;
    f    menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan
rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan oleh Penyelenggara Pemilihan di tingkat Provinsi;
    g    mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi
kepada anggota KPU Provinsi, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Provinsi yang
terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang sedang berlangsung;
    h    mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan; dan
    i    melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh peraturan perundang-
undangan.
(2)    Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bawaslu
Provinsi dapat:
    a    memberikan rekomendasi kepada KPU untuk menonaktifkan sementara dan/atau
mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf f; dan
    b    memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan terhadap
tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilihan.
           
                 Pasal 29   
           
Bawaslu Provinsi wajib:
    a    bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
    b    melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pengawas pemilihan umum pada tingkatan di bawahnya;
    c    menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya
pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilihan;
    d    menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Bawaslu sesuai dengan tahapan
Pemilihan secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan;

e    menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu berkaitan dengan adanya dugaan
pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Provinsi yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilihan di tingkat Provinsi; dan
f    melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.


             Pasal 30   
Tugas dan wewenang Panwas Kabupaten/Kota adalah:
a    mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang meliputi:
    1    pelaksanaan pengawasan rekrutmen PPK, PPS, dan KPPS;
    2    pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;
    3    pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan;
    4    proses dan penetapan calon;
    5    pelaksanaan Kampanye;
    6    perlengkapan Pemilihan dan pendistribusiannya;
    7    pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilihan;
    8    pelaksanaan pengawasan pendaftaran pemilih;
    9    mengendalikan pengawasan seluruh proses penghitungan suara;
    10    penyampaian surat suara dari tingkat TPS sampai ke PPK;
    11    proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPU Provinsi, Kabupaten, dan Kota dari seluruh Kecamatan;
    12    pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilihan lanjutan, dan
Pemilihan susulan; dan
    13    proses pelaksanaan penetapan hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta
Walikota dan Wakil Walikota.
b    menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-
undangan mengenai Pemilihan;
c    menyelesaikan temuan dan laporan pelanggaran Pemilihan dan sengketa Pemilihan
yang tidak mengandung unsur tindak pidana;
d    menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
untuk ditindaklanjuti;
e    meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi
yang berwenang;
f    menyampaikan    laporan    kepada    Bawaslu    sebagai    dasar    untuk    mengeluarkan
rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan oleh penyelenggara di Provinsi, Kabupaten, dan Kota;
g    mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi
kepada anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang sedang
berlangsung;

    h    mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan; dan
    i    melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh peraturan perundang- undangan
           
                 Pasal 31   
           
Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Bawaslu Provinsi berwenang:
(1)    memberikan rekomendasi kepada KPU dan KPU Provinsi untuk menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada
Pasal 28 huruf g dan Pasal 30 huruf g;
(2)    memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan terhadap
tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilihan.
           
                 Pasal 32   
           
Dalam Pemilihan Bupati dan Walikota, Panwas Kabupaten/Kota wajib:
    a    bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
    b    melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Panwas pada tingkatan di bawahnya;
    c    menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya
pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilihan;
    d    menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Bawaslu sesuai dengan tahapan
Pemilihan secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan;
    e    menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu berkaitan dengan adanya dugaan
pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilihan; dan
    f    melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
           
                 Pasal 33   
           
Tugas dan wewenang Panwas Kecamatan dalam Pemilihan meliputi:
    a    mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di wilayah Kecamatan yang meliputi:
        1    pemutakhiran data Pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan Daftar
Pemilih Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;
        2    pelaksanaan Kampanye;
        3    perlengkapan Pemilihan dan pendistribusiannya;
        4    pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara hasil Pemilihan;
        5    penyampaian surat suara dari TPS sampai ke PPK;
        6    proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh PPK dari seluruh TPS; dan;
        7    pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilihan lanjutan, dan Pemilihan susulan;

b    mengawasi penyerahan kotak suara tersegel dari PPK kepada KPU Kabupaten/Kota;
c    menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilihan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
d    menyampaikan temuan dan laporan kepada PPK untuk ditindaklanjuti;
e    meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi
yang berwenang;
f    mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan;
g    memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan mengenai tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilihan; dan
h    melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh peraturan perundang-
undangan.
       
             Pasal 34   
       
Dalam Pemilihan, Panwas Kecamatan wajib:
a    bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b    menyampaikan laporan kepada Panwas Kabupaten/Kota berkaitan dengan adanya
dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan di tingkat Kecamatan;
c    menyampaikan laporan pengawasan atas tahapan penyelenggaraan Pemilihan di
wilayah kerjanya kepada Panwas Kabupaten/Kota;
d    menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwas Kabupaten/Kota berkaitan dengan
adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPK yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilihan di tingkat Kecamatan; dan
e    melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
       
             Pasal 35   
       
Tugas dan wewenang PPL meliputi:
a    mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di tingkat Desa atau sebutan lain/Kelurahan yang meliputi:
    1    pelaksanaan pemutakhiran data Pemilih berdasarkan data kependudukan dan
penetapan Daftar Pemilih Sementara, daftar Pemilih hasil perbaikan, dan Daftar Pemilih Tetap;
    2    pelaksanaan Kampanye;
    3    perlengkapan Pemilihan dan pendistribusiannya;
    4    pelaksanaan pemungutan suara dan proses penghitungan suara di setiap TPS;
    5    pengumuman hasil penghitungan suara di setiap TPS;
    6    pengumuman hasil penghitungan suara dari TPS yang ditempelkan di sekretariat PPS;
    7    penyampaian surat suara dari TPS sampai ke PPK; dan
    8    pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilihan lanjutan, dan Pemilihan susulan.

b    menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilihan
yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilihan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c    meneruskan temuan dan laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan
penyelenggaraan Pemilihan sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada instansi yang berwenang;
d    menyampaikan temuan dan laporan kepada PPS dan KPPS untuk ditindaklanjuti;
e    memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan tentang adanya tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilihan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
f    mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan; dan
g    melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh Panwas Kecamatan.
   
         Pasal 36   
   
Dalam Pemilihan, PPL wajib:
a    bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b    menyampaikan laporan kepada Panwas Kecamatan berkaitan dengan adanya dugaan
tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan di tingkat Desa atau sebutan lain/Kelurahan;
c    menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwas Kecamatan berkaitan dengan
adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPS dan KPPS yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilihan di tingkat Desa atau sebutan lain/Kelurahan;
d    menyampaikan laporan pengawasan atas tahapan penyelenggaraan Pemilihan di
wilayah kerjanya kepada Panwas Kecamatan; dan
e    melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh Panwas Kecamatan.


   
BAB V PENDAFTARAN BAKAL CALON
    Pasal 37
Dihapus
   
BAB VI UJI PUBLIK
    Pasal 38
Dihapus
   
BAB VII PENDAFTARAN CALON GUBERNUR, CALON BUPATI, DAN CALON WALIKOTA
    Pasal 39
Peserta Pemilihan adalah:
a    Pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Pasangan calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Pasangan calon Walikota dan Calon Wakil Walikota yang diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik; dan/atau

b    Pasangan    calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang.
       
         Pasal 40       
(1)    Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.    Yang    dimaksud
dengan        “jumlah
kursi”    adalah perolehan kursi yang dihitung dari jumlah kursi        partai
politik/gabungan partai politik.
(2)    Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika hasil bagi jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menghasilkan angka pecahan maka
perolehan dari jumlah kursi dihitung dengan pembulatan ke atas.
(3)    Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon
menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(4)    Partai Politik atau gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
mengusulkan 1 (satu) pasangan    calon.
(5)    Perhitungan persentase dari jumlah kursi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
dikecualikan bagi kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat yang diangkat.
       
         Pasal 40A       
       
(1)    Partai Politik yang dapat mendaftarkan pasangan    calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 merupakan Partai Politik yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2)    Dalam hal terjadi perselisihan kepengurusan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), kepengurusan Partai Politik tingkat Pusat yang dapat mendaftarkan pasangan calon merupakan kepengurusan Partai Politik tingkat Pusat yang sudah memperoleh putusan Mahkamah Partai atau sebutan lain dan didaftarkan serta ditetapkan dengan keputusan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
(3)    Jika masih terdapat perselisihan atas putusan Mahkamah Partai
atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepengurusan Partai Politik tingkat Pusat yang dapat mendaftarkan pasangan      calon   merupakan   kepengurusan   yang sudah
memperoleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan    Yang dimaksud
“putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum

hukum tetap dan didaftarkan serta ditetapkan dengan keputusan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.    tetap” adalah
putusan pengadilan tingkat pertama, banding, dan kasasi yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(4)    Putusan Mahkamah Partai atau sebutan lain atau putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau ayat (3) wajib didaftarkan ke kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak terbentuknya kepengurusan yang baru dan wajib ditetapkan dengan keputusan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya persyaratan.
(5)    Dalam hal pendaftaran dan penetapan kepengurusan Partai Politik sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) belum selesai, sementara batas waktu pendaftaran pasangan calon di KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota akan berakhir, kepengurusan Partai Politik yang berhak mendaftarkan pasangan calon adalah kepengurusan Partai Politik yang tercantum dalam keputusan terakhir menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
             Pasal 41       
           
(1)    Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur jika memenuhi syarat dukungan jumlah penduduk yang mempunyai hak pilih dan termuat dalam daftar pemilih tetap pada pemilihan umum atau Pemilihan sebelumnya yang
paling akhir di daerah bersangkutan, dengan ketentuan:
    a    provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai
dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa harus didukung paling sedikit 10% (sepuluh persen);
    b    provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari
2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa harus didukung paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen);
    c    provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari
6.000.000 (enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen);
    d    provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari
12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung paling sedikit 6,5% (enam setengah persen); dan
    e    jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d
tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kabupaten/kota di Provinsi dimaksud.

(2)    Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati
serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota jika memenuhi syarat dukungan jumlah penduduk yang mempunyai hak pilih dan termuat dalam daftar pemilih tetap di daerah bersangkutan pada pemilihan umum atau Pemilihan sebelumnya yang paling akhir di daerah bersangkutan, dengan ketentuan:
    a    kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap
sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa harus didukung paling sedikit 10% (sepuluh persen);
    b    kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap
lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa harus didukung paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen);
    c    kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap
lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen);
    d    kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap
lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung paling sedikit 6,5% (enam setengah persen); dan
    e    jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d
tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota dimaksud.
(3)    Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuat dalam bentuk surat
dukungan yang disertai dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk Elektronik, kartu keluarga, paspor, dan/atau identitas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)    Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diberikan kepada 1 (satu) pasangan
calon perseorangan.
             Pasal 42   
(1)    Pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur didaftarkan ke KPU Provinsi oleh Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau perseorangan.
(2)    Pasangan    calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan    calon Walikota dan Calon
Wakil Walikota didaftarkan ke KPU Kabupaten/Kota oleh Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau perseorangan.
(3)    Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, dan Calon
Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
(4)    Pendaftaran pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur oleh Partai Politik
ditandatangani oleh ketua Partai Politik dan sekretaris Partai Politik tingkat Provinsi disertai Surat Keputusan Pengurus Partai Politik tingkat Pusat tentang Persetujuan atas calon yang
diusulkan oleh Pengurus Partai Politik tingkat Provinsi.
(4a)    Dalam hal pendaftaran pasangan    calon sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
dilaksanakan oleh pimpinan Partai Politik tingkat Provinsi, pendaftaran pasangan    calon yang telah disetujui Partai Politik tingkat Pusat, dapat dilaksanakan oleh pimpinan Partai
Politik tingkat Pusat.

(5)    Pendaftaran pasangan    calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan    calon
Walikota dan Calon Wakil Walikota oleh Partai Politik ditandatangani oleh ketua Partai Politik dan sekretaris Partai Politik tingkat kabupaten/kota disertai Surat Keputusan Pengurus Partai Politik tingkat Pusat tentang Persetujuan atas calon yang diusulkan oleh Pengurus Partai Politik tingkat Provinsi.
(5a)    Dalam hal pendaftaran pasangan    calon sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak
dilaksanakan oleh pimpinan Partai Politik tingkat Kabupaten/Kota, pendaftaran pasangan calon yang telah disetujui Partai Politik tingkat Pusat, dapat dilaksanakan oleh pimpinan Partai Politik tingkat Pusat.
(6)    Pendaftaran pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan    calon
Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan    calon Walikota dan Calon Wakil Walikota oleh gabungan Partai Politik ditandatangani oleh para ketua Partai Politik dan para sekretaris Partai Politik di tingkat Provinsi atau para ketua Partai Politik dan para sekretaris Partai Politik di tingkat kabupaten/kota disertai Surat Keputusan masing-masing Pengurus Partai Politik tingkat Pusat tentang Persetujuan atas calon yang diusulkan oleh Pengurus Partai Politik tingkat provinsi dan/atau Pengurus Parpol tingkat kabupaten/kota.
   
         Pasal 43   
   
(1)    Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang menarik calonnya dan/atau calonnya dilarang mengundurkan diri terhitung sejak pendaftaran sebagai calon pada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(2)    Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik menarik calonnya atau calonnya
mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang mencalonkan tidak dapat mengusulkan calon pengganti.
(3)    Calon perseorangan dilarang mengundurkan diri terhitung sejak pendaftaran sebagai calon
pada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(4)    Dalam hal calon perseorangan mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima
setelah pendaftaran pada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota, yang bersangkutan dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp.20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) untuk Calon Gubernur dan Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk
Calon Bupati atau Calon Walikota.
   
         Pasal 44   
Masa pendaftaran pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan calon    Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan calon Walikota dan Calon Wakil Walikota paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak pengumuman pendaftaran pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
   

                 Pasal 45   
           
(1)    Pendaftaran pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan    calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan    calon Walikota dan Calon Wakil Walikota disertai dengan penyampaian kelengkapan dokumen persyaratan.
(2)    Dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    a    surat pernyataan, yang dibuat dan ditandatangani oleh calon sendiri, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, huruf b, huruf g, huruf n, huruf o, huruf p, huruf q, huruf s, huruf t, dan huruf u;
    b    surat keterangan:
        1    hasil pemeriksaan kemampuan secara jasmani, rohani, dan bebas penyalahgunaan narkotika dari tim yang terdiri dari dokter, ahli psikologi, dan Badan Narkotika Nasional, yang ditetapkan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf f;
        2    tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dari Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal calon atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana dari pemimpin redaksi media massa lokal atau nasional dengan disertai buktinya, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf g;
        3    tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dari Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal calon, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf h;
        4    tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan dengan surat
keterangan catatan kepolisian, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf i;
        5    tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara
badan hukum yang menjadi tanggungjawabnya yang merugikan keuangan negara, dari Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal calon, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf k; dan
        6    tidak dinyatakan pailit dari Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi
tempat tinggal calon, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf l.
    c    surat tanda terima laporan kekayaan calon dari instansi yang berwenang memeriksa
laporan kekayaan penyelenggara negara, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf j;
    d    fotokopi:
        1    ijazah pendidikan terakhir paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau
sederajat yang telah dilegalisir oleh pihak yang berwenang, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c;
        2    kartu nomor pokok wajib pajak atas nama calon, tanda terima penyampaian surat
pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi atas nama

calon, untuk masa 5 (lima) tahun terakhir, yang dibuktikan dengan surat
keterangan tidak mempunyai tunggakan pajak dari kantor pelayanan pajak tempat calon yang bersangkutan terdaftar, sebagai bukti pemenuhan syarat calon
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf m;
        3    Kartu Tanda Penduduk elektronik dengan nomor induk kependudukan.
    e    daftar riwayat hidup calon yang dibuat dan ditandatangani oleh calon perseorangan dan bagi calon yang diusulkan dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik ditandatangani oleh calon, pimpinan Partai Politik atau pimpinan gabungan Partai Politik;
    f    pas foto terbaru Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon
Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;
    g    naskah visi, misi, dan program Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati
dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
(3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemenuhan persyaratan dan kelengkapan
dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU.
               
                 Pasal 46       
               
Calon perseorangan pada saat mendaftar wajib menyerahkan:
    a    surat pencalonan yang ditandatangani oleh yang bersangkutan;
    b    berkas dukungan dalam bentuk pernyataan dukungan yang dilampiri dengan identitas diri berupa fotokopi Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau surat keterangan tanda penduduk; dan
    c    dokumen persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45.
           
     Pasal 47       
(1)    Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun
pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
(2)    Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik terbukti menerima imbalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama.
(3)    Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang menerima imbalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus dibuktikan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(4)    Setiap orang atau lembaga dilarang memberi imbalan
kepada Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam bentuk apapun dalam proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.    Yang dimaksud dengan
“orang” termasuk Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota,
atau Calon Wakil Walikota.

(5)    Dalam hal putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menyatakan
setiap orang atau lembaga terbukti memberi imbalan pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota maka penetapan sebagai calon, pasangan    calon terpilih, atau sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota dibatalkan.
(6)    Setiap partai politik atau gabungan partai politik yang terbukti menerima imbalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan denda sebesar 10 (sepuluh) kali lipat dari nilai imbalan yang diterima.

BAB VIII VERIFIKASI DUKUNGAN CALON DAN PENELITIAN KELENGKAPAN PERSYARATAN CALON
Bagian Kesatu
Verifikasi dan Rekapitulasi Dukungan Calon Perseorangan
        Pasal 48   
           
(1)    Pasangan calon atau tim yang diberikan kuasa oleh pasangan calon menyerahkan dokumen syarat dukungan pencalonan untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur kepada KPU Provinsi dan untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada KPU Kabupaten/Kota untuk dilakukan verifikasi
administrasi dan dibantu oleh PPK dan PPS.
(2)    Verifikasi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
    a    mencocokkan dan meneliti berdasarkan nomor induk kependudukan, nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, dan alamat dengan mendasarkan pada Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau surat keterangan yang diterbitkan oleh dinas kependudukan dan catatan sipil; dan
    b    berdasarkan Daftar Pemilih Tetap pemilu terakhir dan Daftar Penduduk Potensial
Pemilih Pemilihan dari Kementerian Dalam Negeri.
(3)    Verifikasi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dan dapat berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi atau Kabupaten/Kota.    Yang    dimaksud dengan “KPU Provinsi atau        KPU
Kabupaten/Kota dan dapat berkoordinasi dengan    Dinas Kependudukan dan Pencatatan       Sipil
Provinsi            atau Kabupaten/Kota” antara    lain    dengan menggunakan sistem dan aplikasi yang bisa diperbantukan        atau dipinjamkan    berupa peralatan dan tenaga
teknis.

(4)    KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dibantu oleh pasangan calon perseorangan atau
tim yang diberikan kuasa oleh pasangan calon menyerahkan dokumen syarat dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada PPS untuk dilakukan verifikasi faktual paling lambat 28 (dua puluh delapan) Hari sebelum waktu pendaftaran pasangan calon dimulai.
(5)    Verifikasi faktual sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan paling lama 14 (empat
belas) Hari terhitung sejak dokumen syarat dukungan pasangan    calon perseorangan diserahkan ke PPS.
(6)    Verifikasi faktual sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dilakukan dengan
metode sensus dengan menemui langsung setiap pendukung calon.
(7)    Verifikasi faktual sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), terhadap pendukung
calon yang tidak dapat ditemui pada saat verifikasi faktual, pasangan    calon diberikan kesempatan untuk menghadirkan pendukung calon yang dimaksud di kantor PPS paling
lambat 3 (tiga) Hari terhitung sejak PPS tidak dapat menemui pendukung tersebut.
(8)    Jika pasangan    calon tidak dapat menghadirkan pendukung calon dalam verifikasi faktual
sebagaimana dimaksud pada ayat (7), maka dukungan calon dinyatakan tidak memenuhi syarat.
(9)    Hasil verifikasi faktual berdasarkan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ayat (7),
dan ayat (8) tidak diumumkan.
(10)    Hasil verifikasi dokumen syarat dukungan pasangan    calon perseorangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) dituangkan dalam berita acara yang selanjutnya diteruskan kepada PPK dan salinan hasil verifikasi disampaikan kepada pasangan    calon.
(11)    PPK melakukan verifikasi dan rekapitulasi jumlah dukungan pasangan    calon untuk
menghindari adanya seseorang yang memberikan dukungan kepada lebih dari 1 (satu)
pasangan    calon dan adanya informasi manipulasi dukungan yang dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) Hari.
(12)    Hasil verifikasi dukungan pasangan    calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (11) dituangkan dalam berita acara yang selanjutnya diteruskan kepada KPU Kabupaten/Kota dan salinan hasil verifikasi dan rekapitulasi disampaikan kepada pasangan
calon.
(13)    Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, dan
Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota, salinan hasil verifikasi dan rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dipergunakan oleh pasangan    calon perseorangan sebagai bukti pemenuhan persyaratan dukungan pencalonan.
(14)    KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota melakukan verifikasi dan rekapitulasi jumlah
dukungan pasangan    calon untuk menghindari adanya seseorang yang memberikan dukungan kepada lebih dari 1 (satu) pasangan    calon dan adanya informasi manipulasi dukungan yang dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) Hari.
(15)    Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme dan tata cara verifikasi diatur dalam
Peraturan KPU.
   

    Bagian Kedua
Penelitian Kelengkapan Persyaratan Calon
    Pasal 49
   
(1)    KPU Provinsi meneliti kelengkapan persyaratan administrasi pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dan dapat melakukan klarifikasi kepada instansi yang berwenang jika diperlukan, dan menerima masukan dari masyarakat terhadap keabsahan persyaratan pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur.
(2)    Penelitian persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan paling lama 7
(tujuh) hari sejak penutupan pendaftaran pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur.
(3)    Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan secara tertulis kepada
Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau pasangan    calon perseorangan paling lambat 2 (dua) hari setelah penelitian selesai.
(4)    Apabila hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (3) dinyatakan tidak memenuhi syarat,
Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau pasangan    calon perseorangan diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki persyaratan pencalonan paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU Provinsi.
(5)    Dalam hal pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang diajukan Partai
Politik atau gabungan Partai Politik berhalangan tetap sampai dengan tahap penelitian kelengkapan persyaratan, Partai Politik atau gabungan Partai Politik diberi kesempatan untuk mengajukan pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur pengganti paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU Provinsi diterima.
(6)    KPU Provinsi melakukan penelitian kelengkapan dan/atau perbaikan persyaratan
pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dan ayat (5) dan memberitahukan hasil penelitian kepada pimpinan Partai Politik atau
pimpinan gabungan Partai Politik paling lama 7 (tujuh) hari sejak kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima.
(7)    Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), menetapkan calon yang
diajukan tidak memenuhi syarat, Partai Politik atau gabungan Partai Politik tidak dapat mengajukan pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur pengganti.
(8)    Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menghasilkan pasangan
calon yang memenuhi persyaratan kurang dari 2 (dua) pasangan    calon, tahapan pelaksanaan Pemilihan ditunda paling lama 10 (sepuluh) hari.
(9)    KPU Provinsi membuka kembali pendaftaran pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur paling lama 3 (tiga) hari setelah penundaan tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (8).
(10)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penelitian persyaratan pasangan    calon
Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan KPU
   

         Pasal 50   
   
(1)    KPU Kabupaten/Kota meneliti kelengkapan persyaratan administrasi pasangan    calon Bupati dan Calon Wakil Bupati atau pasangan    calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dan dapat melakukan klarifikasi kepada instansi yang berwenang jika diperlukan, dan menerima masukan dari masyarakat terhadap keabsahan persyaratan pasangan        calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan        calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
(2)    Penelitian persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan paling lama 7
(tujuh) hari sejak penutupan pendaftaran pasangan    calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan    calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
(3)    Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan secara tertulis kepada
Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau pasangan    calon perseorangan paling lambat 2 (dua) hari setelah penelitian selesai.
(4)    Apabila hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (3) dinyatakan tidak memenuhi syarat,
Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau pasangan    calon perseorangan diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki persyaratan pencalonannya paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU Kabupaten/Kota diterima.
(5)    Dalam hal pasangan    calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan    calon Walikota
dan Calon Wakil Walikota diajukan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik berhalangan tetap sampai dengan tahap penelitian kelengkapan persyaratan, Partai Politik atau gabungan Partai Politik diberi kesempatan untuk mengajukan pasangan    calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan    calon Walikota dan Calon Wakil Walikota pengganti paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU Kabupaten/Kota diterima.
(6)    KPU Kabupaten/Kota melakukan penelitian tentang kelengkapan dan/atau perbaikan
persyaratan pasangan calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dan memberitahukan hasilnya kepada pimpinan Partai Politik atau pimpinan gabungan Partai Politik paling lama 7 (tujuh) hari sejak kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima.
(7)    Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), menetapkan pasangan
calon yang diajukan tidak memenuhi syarat, Partai Politik atau gabungan Partai Politik tidak dapat mengajukan pengganti.
(8)    Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menghasilkan pasangan
calon yang memenuhi persyaratan kurang dari 2 (dua) pasangan    calon, tahapan pelaksanaan pasangan    calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan    calon Walikota dan Calon Wakil Walikota pemilihan ditunda paling lama 10 (sepuluh) hari.
(9)    KPU Kabupaten/Kota membuka kembali pendaftaran pasangan    calon Bupati dan Calon
Wakil Bupati serta pasangan    calon Walikota dan Calon Wakil Walikota paling lama 3 (tiga) hari setelah penundaan tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (8).
(10)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penelitian persyaratan pasangan    calon Bupati
dan Calon Wakil Bupati serta pasangan    calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan KPU.

   
BAB IX PENETAPAN CALON
    Pasal 51
   
(1)    KPU Provinsi menuangkan hasil penelitian syarat administrasi dan penetapan pasangan calon dalam Berita Acara Penetapan pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur.
(2)    Berdasarkan Berita Acara Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Provinsi
menetapkan paling sedikit 2 (dua) pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dengan Keputusan KPU Provinsi.
(3)    Pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang telah ditetapkan oleh KPU
Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan pengundian nomor urut pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur.
(4)    Pengundian nomor urut pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur
dilaksanakan KPU Provinsi yang disaksikan oleh Partai Politik, gabungan Partai Politik, dan pasangan    calon perseorangan.
(5)    Nomor urut pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur bersifat tetap dan
sebagai dasar KPU Provinsi dalam pengadaan surat suara.
(6)    Pasangan    calon yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan
secara terbuka paling lambat 1 (satu) hari sejak tanggal penetapan.
   
     Pasal 52   
   
(1)    KPU Kabupaten/Kota menuangkan hasil penelitian syarat administrasi dan penetapan pasangan    calon dalam Berita Acara Penetapan pasangan    calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan    calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
(2)    Berdasarkan Berita Acara Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU
Kabupaten/Kota menetapkan paling sedikit 2 (dua) pasangan    calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan    calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dengan Keputusan KPU Kabupaten/Kota.
(3)    Pasangan    calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan    calon Walikota dan Calon
Wakil Walikota yang telah ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan pengundian nomor urut pasangan    calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati serta pasangan    calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
(4)    Pengundian nomor urut pasangan    calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan
calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dilaksanakan KPU Kabupaten/Kota yang disaksikan oleh Partai Politik, gabungan Partai Politik, dan pasangan    calon perseorangan.
(5)    Nomor urut pasangan    calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan    calon
Walikota dan Calon Wakil Walikota bersifat tetap dan sebagai dasar KPU Kabupaten/Kota dalam pengadaan surat suara.
(6)    Pasangan    calon yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan
secara terbuka paling lambat 1 (satu) hari sejak tanggal penetapan.
   

         Pasal 53   
   
(1)    Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang menarik pasangan    calonnya dan/atau pasangan    calon dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan
calon oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(2)    Dalam hal Partai Politik dan gabungan Partai Politik menarik pasangan    calonnya dan/atau
pasangan    calon mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang mencalonkan tidak dapat mengusulkan pasangan    calon pengganti.
(3)    Pasangan    calon perseorangan dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan
sebagai pasangan    calon oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(4)    Dalam hal pasangan    calon perseorangan mengundurkan diri dari pasangan    calon
Gubernur dan Calon Wakil Gubernur setelah ditetapkan oleh KPU Provinsi atau pasangan calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan    calon Walikota dan Calon Wakil Walikota setelah ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota, pasangan    calon dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) untuk pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk pasangan    calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan    calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
   
         Pasal 54   
   
(1)    Dalam hal pasangan    calon atau salah satu calon dari pasangan    calon meninggal dunia dalam jangka waktu sejak penetapan pasangan    calon sampai dengan hari pemungutan suara, Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mengusulkan pasangan    calon atau salah satu calon dari pasangan    calon pengganti paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sebelum hari pemungutan suara.
(2)    Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan    calon atau salah satu
calon dari pasangan    calon pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 7 (tujuh) Hari terhitung sejak pasangan    calon atau salah satu calon dari pasangan    calon meninggal dunia.
(3)    KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota meneliti persyaratan administrasi pasangan    calon
atau salah satu calon dari pasangan    calon pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) Hari terhitung sejak tanggal
pengusulan.
(4)    Dalam hal pasangan    calon atau salah satu calon dari pasangan    calon pengganti
memenuhi persyaratan berdasarkan hasil penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota menetapkan pasangan    calon atau salah satu calon dari pasangan    calon pengganti dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) Hari terhitung sejak dinyatakan memenuhi syarat.
(5)    Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik tidak mengusulkan pasangan    calon
pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dinyatakan gugur dan tidak dapat mengikuti Pemilihan.

(6)    Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik tidak mengusulkan salah satu calon dari
pasangan    calon pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), salah satu calon yang tidak meninggal dunia, dinyatakan gugur dan tidak dapat mengikuti Pemilihan.
(7)    Dalam hal salah satu calon dari pasangan    calon meninggal dunia dalam jangka waktu 29
(dua puluh sembilan) Hari sebelum hari pemungutan suara, Partai Politik atau gabungan Partai Politik tidak dapat mengusulkan calon pengganti, dan salah satu calon dari pasangan
calon yang tidak meninggal dunia ditetapkan sebagai pasangan    calon Pemilihan.
(8)    Dalam hal salah satu calon dari pasangan    calon meninggal dunia sebagaimana dimaksud
pada ayat (7), KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota wajib mengumumkan kepada masyarakat.
       
             Pasal 54A   
       
(1)    Dalam hal pasangan        calon perseorangan meninggal dunia terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan    calon sampai dengan hari pemungutan suara, pasangan    calon dinyatakan gugur serta tidak dapat mengikuti Pemilihan.
(2)    Dalam hal salah satu calon dari pasangan    calon perseorangan meninggal dunia terhitung
sejak ditetapkan sebagai pasangan    calon sampai dengan hari pemungutan suara, calon
perseorangan dapat mengusulkan calon pengganti paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sebelum hari pemungutan suara untuk ditetapkan sebagai pasangan    calon Pemilihan.
(3)    Dalam hal salah satu calon dari pasangan    calon perseorangan meninggal dunia
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota wajib mengumumkan kepada masyarakat.
       
             Pasal 54B   
       
Ketentuan mengenai meninggalnya pasangan    calon atau salah satu calon dari pasangan    calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dan Pasal 54A berlaku secara mutatis mutandis terhadap pasangan    calon atau salah satu calon dari pasangan    calon dalam Pemilihan 1 (satu) pasangan
calon.
       
             Pasal 54C   
(1)    Pemilihan 1 (satu) pasangan    calon dilaksanakan dalam hal memenuhi kondisi:
    a    setelah dilakukan penundaan dan sampai dengan berakhirnya masa perpanjangan pendaftaran, hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon yang mendaftar dan berdasarkan hasil penelitian pasangan calon tersebut dinyatakan memenuhi syarat;
    b    terdapat lebih dari 1 (satu) pasangan    calon yang mendaftar dan berdasarkan hasil
penelitian hanya terdapat 1 (satu) pasangan    calon yang dinyatakan memenuhi syarat dan setelah dilakukan penundaan sampai dengan berakhirnya masa pembukaan kembali pendaftaran tidak terdapat pasangan        calon yang mendaftar atau pasangan calon yang mendaftar berdasarkan hasil penelitian dinyatakan tidak memenuhi syarat
yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu) pasangan    calon;

    c    sejak penetapan pasangan    calon sampai dengan saat dimulainya masa Kampanye
terdapat pasangan    calon yang berhalangan tetap, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik tidak mengusulkan calon/pasangan    calon pengganti atau calon/pasangan calon pengganti yang diusulkan dinyatakan tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu) pasangan    calon;
    d    sejak dimulainya masa Kampanye sampai dengan hari pemungutan suara terdapat
pasangan    calon yang berhalangan tetap, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik tidak mengusulkan calon/pasangan        calon pengganti atau calon/pasangan    calon pengganti yang diusulkan dinyatakan tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu) pasangan    calon; atau
    e    terdapat pasangan    calon yang dikenakan sanksi pembatalan sebagai peserta
Pemilihan yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu) pasangan    calon.
(2)    Pemilihan 1 (satu) pasangan    calon dilaksanakan dengan menggunakan surat suara yang
memuat 2 (dua) kolom yang terdiri atas 1 (satu) kolom yang memuat foto pasangan    calon dan 1 (satu) kolom kosong yang tidak bergambar.
(3)    Pemberian suara dilakukan dengan cara mencoblos.
       
             Pasal 54D   
       
(1)    KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota menetapkan pasangan    calon terpilih pada Pemilihan 1 (satu) pasangan    calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54C, jika mendapatkan suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari suara sah.
(2)    Jika perolehan suara pasangan    calon kurang dari sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pasangan    calon yang kalah dalam Pemilihan boleh mencalonkan lagi dalam Pemilihan berikutnya.
(3)    Pemilihan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diulang kembali pada tahun
berikutnya atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan.
(4)    Dalam hal belum ada pasangan    calon terpilih terhadap hasil Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Pemerintah menugaskan penjabat Gubernur, penjabat Bupati, atau penjabat Walikota.
(5)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pemilihan 1 (satu) pasangan    calon diatur
dengan Peraturan KPU.
       
             Pasal 55   
Dihapus

BAB X HAK MEMILIH DAN PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH
        Bagian Kesatu Hak Memilih   
        Pasal 56   
           
(1)    Warga negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin, mempunyai hak memilih.
(2)    Warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftar 1 (satu) kali oleh
penyelenggara.
(3)    Jika Pemilih mempunyai lebih dari 1 (satu) tempat tinggal, Pemilih tersebut harus memilih
salah satu tempat tinggalnya yang dicantumkan dalam daftar pemilih berdasarkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik dan/atau surat keterangan domisili dari Kepala Desa atau sebutan lain/ Lurah.
           
     Pasal 57   
           
(1)    Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga negara Indonesia harus terdaftar sebagai
Pemilih.
(2)    Dalam hal warga negara Indonesia tidak terdaftar sebagai Pemilih sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pada saat pemungutan suara menunjukkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik.
(3)    Untuk dapat didaftar sebagai Pemilih, warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memenuhi syarat:
    a    tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya; dan/atau   
    b    tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(4)    Warga negara Indonesia yang tidak terdaftar dalam daftar Pemilih dan pada saat
pemungutan suara tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3), yang bersangkutan tidak dapat menggunakan hak memilihnya.
Bagian Kedua Penyusunan Daftar Pemilih
        Pasal 58   
           
(1)    Daftar Pemilih Tetap pemilihan umum terakhir digunakan sebagai sumber pemutakhiran data pemilihan dengan mempertimbangkan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan.
(2)    Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal
dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota yang telah dikonsolidasikan,
diverifikasi, dan divalidasi oleh Menteri digunakan sebagai bahan penyusunan daftar Pemilih untuk Pemilihan.
(3)    Daftar pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) oleh PPS dilakukan pemutakhiran berdasarkan perbaikan dari rukun tetangga, rukun warga, atau sebutan lain dan tambahan Pemilih yang
telah memenuhi persyaratan sebagai Pemilih  paling    Yang        dimaksud       dengan
“pemutakhiran”    adalah menambah dan/atau mengurangi calon   pemilih   sesuai  dengan
kondisi nyata di lapangan, bukan

    lambat  14    (empat  belas)    Hari    terhitung    sejak
diterimanya hasil konsolidasi, verifikasi, dan validasi.    untuk merubah elemen data yang
bersumber dari DP4.
(4)    Daftar Pemilih hasil pemutakhiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diserahkan kepada
PPK untuk dilakukan rekapitulasi daftar Pemilih tingkat PPK.
(5)    Rekapitulasi daftar Pemilih hasil pemutakhiran sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diserahkan oleh PPK kepada KPU Kabupaten/Kota paling lambat 3 (tiga) Hari terhitung sejak selesainya pemutakhiran untuk dilakukan rekapitulasi daftar Pemilih tingkat kabupaten/kota, yang kemudian ditetapkan sebagai Daftar Pemilih Sementara.
(6)    Daftar Pemilih Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diumumkan secara luas dan
melalui papan pengumuman rukun tetangga dan rukun warga atau sebutan lain oleh PPS untuk mendapatkan masukan dan tanggapan dari masyarakat selama 10 (sepuluh) Hari.
(7)    PPS memperbaiki Daftar Pemilih Sementara berdasarkan masukan dan tanggapan dari
masyarakat paling lama 5 (lima) Hari terhitung sejak masukan dan tanggapan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berakhir.
(8)    Daftar Pemilih Sementara yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
diserahkan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk ditetapkan sebagai Daftar Pemilih Tetap dan diumumkan oleh PPS paling lama 2 (dua) Hari terhitung sejak jangka waktu penyusunan Daftar Pemilih Tetap berakhir.
(9)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemutakhiran data Pemilih diatur dengan
Peraturan KPU.
       
         Pasal 59       
       
Penduduk yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap diberi surat pemberitahuan sebagai
Pemilih oleh PPS.
       
         Pasal 60       
       
Daftar Pemilih Tetap harus ditetapkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal pemungutan suara Pemilihan.
       
         Pasal 61       
       
(1)    Dalam hal masih terdapat penduduk yang mempunyai hak pilih belum terdaftar dalam daftar Pemilih tetap, yang bersangkutan dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik.
(2)    Penggunaan hak pilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan di
tempat pemungutan suara yang berada di rukun tetangga atau rukun warga atau sebutan lain sesuai dengan alamat yang tertera dalam Kartu Tanda Penduduk Elektronik.
(3)    Sebelum menggunakan hak pilihnya penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terlebih dahulu mendaftarkan diri pada KPPS setempat dan dicatat dalam Daftar Pemilih Tambahan.
(4)    Penggunaan hak pilih penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan 1 (satu)
jam sebelum selesainya pemungutan suara di TPS.

         Pasal 62   
   
(1)    Pemilih yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (6) kemudian berpindah tempat tinggal atau karena ingin menggunakan hak pilihnya di tempat lain, Pemilih yang bersangkutan harus melapor kepada PPS setempat.
(2)    PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencatat nama Pemilih dari daftar pemilih dan
memberikan surat keterangan pindah tempat memilih.
(3)    Pemilih melaporkan kepindahannya kepada PPS di tempat Pemilihan yang baru.


   
BAB XI KAMPANYE
    Bagian Kesatu Umum
    Pasal 63
   
(1)    Kampanye dilaksanakan sebagai wujud dari pendidikan politik masyarakat  yang dilaksanakan secara bertanggung jawab.
(2)    Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Partai Politik dan/atau pasangan    calon dan dapat difasilitasi oleh KPU Provinsi untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan KPU Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota.
(3)    Jadwal pelaksanaan Kampanye ditetapkan oleh KPU Provinsi untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan KPU Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota dengan memperhatikan usul dari pasangan    calon.
(4)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU.
   
    Bagian Kedua Materi Kampanye
    Pasal 64

(1)   
Pasangan    calon wajib menyampaikan visi dan misi yang disusun berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi atau Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten/Kota secara lisan maupun tertulis kepada masyarakat.
(2)    Pasangan    calon berhak untuk mendapatkan informasi atau data dari Pemerintah Daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)    Penyampaian materi Kampanye dilakukan dengan cara yang sopan, tertib, dan bersifat
edukatif.
   

        Bagian Ketiga Metode Kampanye
        Pasal 65

(1)   
Kampanye dapat dilaksanakan melalui:
    a    pertemuan terbatas;
    b    pertemuan tatap muka dan dialog;
    c    debat publik/debat terbuka antarpasangan    calon;
    d    penyebaran bahan Kampanye kepada umum;
    e    pemasangan alat peraga;
    f    iklan media massa cetak dan media massa elektronik; dan/atau
    g    kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)    Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f
difasilitasi oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang didanai APBD.
(2a)    Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b didanai dan
dilaksanakan oleh Partai Politik dan/atau pasangan    calon.
(2b)    Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e dapat didanai dan
dilaksanakan oleh Partai Politik dan/atau pasangan    calon.
(3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan metode Kampanye diatur dengan Peraturan
KPU.
     Pasal 66   
(1)    Media cetak dan media elektronik dapat menyampaikan tema, materi, dan iklan Kampanye.
(2)    Pemerintah Daerah dapat memberikan kesempatan penggunaan fasilitas umum untuk kegiatan Kampanye pada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(3)    Semua yang hadir dalam pertemuan terbatas yang diadakan oleh pasangancalon hanya dibenarkan membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut pasangan calon yang bersangkutan.
(4)    KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah untuk
menetapkan lokasi pemasangan alat peraga untuk keperluan Kampanye.
(5)    Pemasangan alat peraga Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (4) oleh KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6)    Pemasangan alat peraga Kampanye pada tempat yang menjadi milik perseorangan atau
badan swasta harus seizin pemilik tempat tersebut.
(7)    Alat peraga Kampanye harus sudah dibersihkan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari
pemungutan suara.
(8)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara pemasangan alat peraga dan penyebaran bahan
Kampanye diatur dengan Peraturan KPU.

        Bagian Keempat Jadwal Kampanye
        Pasal 67

(1)   
Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dilaksanakan 3 (tiga) hari setelah penetapan pasangan    calon peserta Pemilihan sampai dengan dimulainya masa tenang.
(2)    Masa tenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlangsung selama 3 (tiga) hari sebelum
hari pemungutan suara.
     Pasal 68   
(1)    Debat publik/debat terbuka antarcalon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf c dilaksanakan paling banyak 3 (tiga) kali oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(2)    Debat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disiarkan secara langsung atau siarran tunda
melalui lembaga penyiaran publik.
(3)    Moderator debat dipilih oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dari kalangan
profesional dan akademisi yang mempunyai integritas, jujur, simpatik, dan tidak memihak kepada salah satu calon.
(4)    Materi debat adalah visi, misi, dan program Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur,
Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dalam rangka:
    a    meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
    b    memajukan daerah;
    c    meningkatkan pelayanan kepada masyarakat;
    d    menyelesaikan persoalan daerah;
    e    menyerasikan pelaksanaan pembangunan daerah kabupaten/kota dan provinsi dengan nasional; dan
    f    memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kebangsaan.
(5)    Moderator dilarang memberikan komentar, penilaian, dan kesimpulan apapun terhadap penyampaian materi debat dari setiap pasangan    calon.
        Bagian Kelima Larangan dalam Kampanye
        Pasal 69

Dalam Kampanye dilarang:
a        mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b        menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, Calon Gubernur, Calon Wakil
Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, Calon Wakil Walikota, dan/atau Partai Politik;

c        melakukan Kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu
domba    Partai    Politik,    perseorangan,    dan/atau    kelompok masyarakat;    Ketentuan dalam
huruf ini dikenal dengan    istilah Kampanye hitam atau black campaign.
d        menggunakan  kekerasan,    ancaman kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau Partai Politik;
e        mengganggu keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum;   
f        mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan yang sah;
g        merusak dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye;   
h        menggunakan fasilitas dan anggaran Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
i        menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan;   
j        melakukan pawai yang dilakukan dengan berjalan kaki dan/atau dengan kendaraan di jalan raya; dan/atau
k        melakukan kegiatan Kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota.
             Pasal 70       
(1)    Dalam kampanye, pasangan    calon dilarang melibatkan:   
    a    pejabat badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;   
    b    aparatur sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
    c    Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dan perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat
Kelurahan.
(2)    Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota,
pejabat negara lainnya, serta pejabat daerah dapat ikut dalam kampanye dengan mengajukan izin kampanye sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)    Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, yang
mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi ketentuan:
    a    menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan   
    b    dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya.   
(4)    Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi Gubernur dan Wakil Gubernur diberikan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden, dan bagi Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota
dan Wakil Walikota diberikan oleh Gubernur atas nama Menteri.
(5)    Cuti yang telah diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib diberitahukan oleh
Gubernur dan Wakil Gubernur kepada KPU Provinsi, dan bagi Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota kepada KPU Kabupaten/Kota.

     Pasal 71   
(1)    Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.    Yang dimaksud dengan “pejabat negara” adalah yang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Aparatur Sipil Negara.

Yang dimaksud dengan “pejabat daerah” adalah yang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Pemerintahan Daerah.
(2)    Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.    Dalam hal terjadi kekosongan jabatan, maka Gubernur, Bupati, dan Walikota menunjuk pejabat pelaksana tugas.

Yang dimaksud dengan “penggantian” adalah hanya dibatasi untuk mutasi dalam jabatan.
(3)    Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan    calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan    calon sampai dengan penetapan pasangan    calon terpilih.
(4)    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) berlaku juga untuk
penjabat Gubernur atau Penjabat Bupati/Walikota.
(5)    Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau
Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(6)    Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) yang bukan petahana
diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
     Pasal 72   
(1)    Pelanggaran atas ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf a sampai dengan huruf h merupakan tindak pidana dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)    Pelanggaran atas ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf i dan
huruf j, dikenai sanksi:
    a    peringatan tertulis walaupun belum menimbulkan gangguan; dan/atau
    b    penghentian kegiatan Kampanye di tempat terjadinya pelanggaran atau di seluruh daerah Pemilihan setempat jika terjadi gangguan terhadap keamanan yang berpotensi menyebar ke daerah lain.

(3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi terhadap pelanggaran
larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU.










     Pasal 73   
(1)    Calon    dan/atau        tim Kampanye        dilarang
menjanjikan            dan/atau memberikan    uang        atau materi    lainnya            untuk mempengaruhi penyelenggara        Pemilihan dan/atau Pemilih.    Yang tidak termasuk “memberikan uang atau materi lainnya” meliputi pemberian biaya makan minum peserta kampanye, biaya transpor peserta kampanye, biaya pengadaan bahan kampanye pada pertemuan terbatas dan/atau pertemuan tatap muka dan dialog, dan hadiah lainnya berdasarkan nilai kewajaran dan kemahalan suatu daerah yang ditetapkan dengan Peraturan KPU.
(2)    Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan    calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(3)    Tim Kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)    Selain Calon atau Pasangan calon, anggota Partai Politik, tim kampanye, dan relawan, atau
pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk:
    a    mempengaruhi Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih;
    b    menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan
    c    mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.
(5)    Pemberian sanksi administrasi terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menggugurkan sanksi pidana.
            Bagian Keenam Dana Kampanye
            Pasal 74

(1)   
Dana Kampanye pasangan    calon yang diusulkan Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat diperoleh dari:
    a    sumbangan Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang mengusulkan
pasangan    calon;
    b.    sumbangan pasangan    calon; dan/atau
    c.    sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi sumbangan perseorangan dan/atau badan hukum swasta.
(2)    Dana Kampanye pasangan    calon perseorangan dapat diperoleh dari sumbangan pasangan
calon, sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi sumbangan perseorangan dan/atau badan hukum swasta.

(3)    Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang mengusulkan pasangan    calon wajib
memiliki rekening khusus dana Kampanye atas nama pasangan    calon dan didaftarkan kepada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(4)    Pasangan    calon perseorangan bertindak sebagai penerima sumbangan dana Kampanye
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan wajib memiliki rekening khusus dana Kampanye dan didaftarkan kepada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(5)    Sumbangan dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan ayat (2) dari
perseorangan paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah) dan dari badan hukum swasta paling banyak 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
(6)    Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang
mengusulkan pasangan calon dan pasangan calon perseorangan dapat menerima dan/atau menyetujui sumbangan yang bukan dalam bentuk uang secara langsung untuk kegiatan Kampanye yang jika dikonversi berdasar harga pasar nilainya tidak melebihi sumbangan dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (5).    Yang dimaksud dengan
“sumbangan yang bukan dalam bentuk uang” adalah pemberian sebagai bantuan atau sokongan yang bersifat sukarela dalam bentuk barang atau kegiatan.
(7)    Pemberi sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) harus
mencantumkan identitas yang jelas.
(8)    Penggunaan dana Kampanye pasangan    calon wajib dilaksanakan secara transparan dan
akuntabel sesuai standar akuntasi keuangan.
(9)    Pembatasan dana Kampanye pasangan    calon ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan jumlah pemilih, cakupan/luas wilayah, dan standar biaya daerah.
         Pasal 75       
(1)    Laporan sumbangan dana Kampanye dan pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (5) dan ayat (6), disampaikan oleh pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur kepada KPU Provinsi dan pasangan calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan calon Walikota dan Calon Wakil Walikota kepada KPU Kabupaten/Kota dalam waktu 1 (satu) hari sebelum masa Kampanye dimulai dan 1 (satu) hari sesudah masa Kampanye berakhir.
(2)    KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota wajib menyerahkan laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada kantor akuntan publik untuk diaudit paling lambat 2 (dua) hari setelah KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota menerima laporan dana Kampanye.
(3)    Kantor akuntan publik wajib menyelesaikan audit paling lambat 15 (lima belas) hari
terhitung sejak laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota diterima.
(4)    Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota paling lambat 3 (tiga) hari setelah KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota menerima laporan hasil audit dari kantor akuntan publik.
(5)    Ketentuan lebih lanjut mengenai sumbangan dan pengeluaran dana Kampanye pasangan calon diatur dengan Peraturan KPU.

             Pasal 76   
(1)    Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang mengusulkan pasangan calon dan pasangan calon perseorangan dilarang menerima sumbangan atau bantuan lain untuk Kampanye yang berasal dari:
    a    negara asing, lembaga swasta asing, lembaga swadaya masyarakat asing dan warga
negara asing;
    b    penyumbang atau pemberi bantuan yang tidak jelas identitasnya;
    c    Pemerintah dan Pemerintah Daerah; dan
    d    badan usaha milik negara, badan usaha milik
(2)    Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang mengusulkan pasangan calon dan pasangan calon perseorangan yang menerima sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibenarkan menggunakan dana tersebut dan wajib melaporkannya kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa Kampanye berakhir dan menyerahkan sumbangan tersebut kepada kas negara.
(3)    Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang mengusulkan pasangan calon, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi berupa pembatalan pasangan calon yang diusulkan.
(4)    Pasangan    calon yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
sanksi berupa pembatalan sebagai pasangan calon.
(5)    Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.

       
BAB XII PERLENGKAPAN PEMILIHAN
        Pasal 77

(1)   
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota bertanggung jawab dalam merencanakan dan menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan
pemungutan suara.
(2)    Sekretaris KPU Provinsi dan sekretaris KPU Kabupaten/Kota bertanggung jawab dalam
pelaksanaan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
     Pasal 78   
(1)    Jenis perlengkapan pemungutan suara terdiri atas:
    a    kotak suara;
    b    surat suara;
    c    tinta;
    d    bilik pemungutan suara;
    e    segel;

    f    alat untuk memberi tanda pilihan; dan
    g    TPS.   
(2)    Selain perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk menjaga keamanan, kerahasiaan, dan kelancaran    pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara, diperlukan dukungan perlengkapan lainnya.    Yang dimaksud dengan “perlengkapan lainnya” meliputi sampul kertas, tanda pengenal KPPS, tanda pengenal petugas keamanan TPS, tanda pengenal saksi, karet pengikat surat suara, lem/perekat, kantong plastik, ballpoint, gembok, spidol, formulir untuk berita acara dan sertifikat, stiker nomor kotak suara, tali pengikat alat pemberi tanda pilihan, dan alat bantu tuna netra.
(3)    Bentuk, ukuran, dan spesifikasi teknis perlengkapan pemungutan suara ditetapkan dengan
Keputusan KPU.
(4)    Pengadaan perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
sampai dengan huruf f dilaksanakan oleh sekretariat KPU Provinsi dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5)    Pengadaan perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g
dilaksanakan oleh KPPS bekerja sama dengan masyarakat.
(6)    Perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai
dengan, huruf f harus sudah diterima KPPS paling lambat 1 (satu) hari sebelum hari/tanggal pemungutan suara.
(7)    Pendistribusian perlengkapan pemungutan suara dilakukan oleh sekretariat KPU Provinsi
dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota.
(8)    Dalam pendistribusian dan pengamanan perlengkapan pemungutan suara, KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota dapat bekerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Tentara Nasional Indonesia.
                 Pasal 79   
(1)    Surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf b memuat foto, nama, dan nomor urut calon.
(2)    Ketentuan lebih lanjut mengenai surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan KPU.
                 Pasal 80   
(1)    Jumlah surat suara yang dicetak sama dengan jumlah Pemilih tetap ditambah dengan 2,5% (dua setengah persen) dari jumlah Pemilih tetap sebagai cadangan, yang ditetapkan dengan Keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(2)    Selain menetapkan pencetakan surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota menetapkan besarnya jumlah surat suara untuk pelaksanaan pemungutan suara ulang.
(3)    Jumlah surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota sebanyak 2.000 (dua ribu) surat suara untuk pemungutan suara ulang yang diberi tanda khusus.




         Pasal 81   
(1)    Tambahan surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) digunakan sebagai cadangan di setiap TPS untuk mengganti surat suara Pemilih yang keliru memilih pilihannya, mengganti surat suara yang rusak, dan untuk Pemilih tambahan.
(2)    Penggunaan tambahan surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan berita
acara.
         Pasal 82   
(1)    Perusahaan pencetak surat suara dilarang mencetak surat suara lebih dari jumlah yang ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dan harus menjaga kerahasiaan, keamanan, serta keutuhan surat suara.
(2)    KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dapat meminta bantuan Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Tentara Nasional Indonesia untuk mengamankan surat suara selama proses pencetakan berlangsung, penyimpanan, dan
pendistribusian ke tempat tujuan.
(3)    KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota memverifikasi jumlah surat suara yang telah dicetak,
jumlah yang sudah dikirim dan/atau jumlah yang masih tersimpan, dengan membuat berita acara yang ditandatangani oleh pihak percetakan dan petugas KPU Provinsi atau petugas KPU Kabupaten/Kota.
(4)    KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota mengawasi dan mengamankan desain, film separasi,
dan plat cetak yang digunakan untuk membuat surat suara, sebelum dan sesudah digunakan serta menyegel dan menyimpannya.
(5)    Dalam hal pencetakan surat suara melebihi yang dibutuhkan, dilakukan pemusnahan surat
suara oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan disaksikan oleh aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat, Bawaslu Provinsi, dan/atau Panwas Kabupaten/Kota.
(6)    Pemusnahan surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibuatkan berita acara.
(7)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pengamanan terhadap pencetakan, penghitungan, penyimpanan, pengepakan, pendistribusian surat suara ke tempat tujuan, dan pemusnahan surat suara diatur dengan Peraturan KPU.
         Pasal 83   
Pengawasan atas pelaksanaan tugas dan wewenang KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota serta sekretariat KPU Provinsi dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota mengenai pengadaan dan pendistribusian perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dilaksanakan oleh Bawaslu Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota serta Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.


       
BAB XIII PEMUNGUTAN SUARA
        Pasal 84

(1)   
KPPS memberikan undangan kepada Pemilih untuk menggunakan hak pilihnya paling lambat 3 (tiga) hari sebelum tanggal pemungutan suara.
(2)    Pemungutan suara dilakukan dengan memberikan tanda melalui surat suara.
(3)    Pemungutan suara dilakukan pada hari libur atau hari yang diliburkan.
(4)    Hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara Pemilihan ditetapkan dengan Keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
     Pasal 85   
(1)    Pemberian suara untuk Pemilihan dapat dilakukan dengan cara:
    a    memberi tanda satu kali pada surat suara; atau
    b    memberi suara melalui peralatan Pemilihan suara secara elektronik.
(2)    Pemberian tanda satu kali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan berdasarkan prinsip memudahkan Pemilih, akurasi dalam penghitungan suara, dan efisiensi dalam penyelenggaraan Pemilihan.
(2a)    Pemberian suara secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan
dengan mempertimbangkan kesiapan Pemerintah Daerah dari segi infrastruktur dan kesiapan masyarakat berdasarkan prinsip efisiensi dan mudah.
(2b)    Dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan    calon yang mendaftar dan berdasarkan
hasil penelitian pasangan    calon tersebut dinyatakan memenuhi syarat, pemberian suara
untuk Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mencoblos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54C ayat (3).
(3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian suara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan KPU.
     Pasal 86   
(1)    Pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fisik lain pada saat memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh petugas KPPS atau orang lain atas
permintaan Pemilih.
(2)    Petugas KPPS atau orang lain yang membantu Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib merahasiakan pilihan Pemilih yang dibantunya.
(3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan kepada Pemilih sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU.
     Pasal 87   
(1)    Pemilih untuk setiap TPS paling banyak 800 (delapan ratus) orang.


(2)    TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan lokasinya di tempat yang mudah
dijangkau.
(3)    Jumlah, lokasi, bentuk, dan tata letak TPS ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota.
(4)    Jumlah surat suara di setiap TPS sama dengan jumlah Pemilih yang tercantum di dalam
Daftar Pemilih Tetap ditambah dengan 2,5% (dua koma lima persen) dari Daftar Pemilih Tetap sebagai cadangan.
(5)    Penggunaan surat suara cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuatkan berita
acara.
             Pasal 88   
(1)    Untuk keperluan pemungutan suara dalam Pemilihan disediakan kotak suara sebagai tempat surat suara yang digunakan oleh Pemilih.
(2)    Ketentuan mengenai jumlah, bahan, bentuk, ukuran, dan warna kotak suara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan KPU.
             Pasal 89   
(1)    Pelaksanaan pemungutan suara di TPS dipimpin oleh KPPS.
(2)    Pemberian suara dilaksanakan oleh Pemilih.
(3)    Pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi pasangan    calon.
(4)    Saksi pasangan    calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus menyerahkan mandat
tertulis dari pasangan    calon.
(5)    Penanganan ketenteraman, ketertiban, dan keamanan di setiap TPS dilaksanakan oleh 2
(dua) orang petugas yang ditetapkan oleh PPS.
(6)    Pengawasan pemungutan suara dilaksanakan oleh PPL dan Pengawas TPS.
(7)    Pemantauan pemungutan suara dilaksanakan oleh pemantau Pemilihan yang telah diakreditasi oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
             Pasal 90   
(1)    Dalam rangka persiapan pemungutan suara, KPPS melakukan kegiatan yang meliputi:
    a    penyiapan TPS;
    b    pengumuman dengan menempelkan daftar Pemilih tetap, Daftar Pemilih Tambahan, serta nama dan foto pasangan    calon di TPS; dan
    c    penyerahan salinan daftar Pemilih tetap dan daftar Pemilih tambahan kepada saksi
yang hadir dan Pengawas TPS.
(2)    Dalam pelaksanaan pemungutan suara, KPPS melakukan kegiatan yang meliputi:
    a    pemeriksaan persiapan akhir pemungutan suara;
    b    rapat pemungutan suara;
    c    pengucapan sumpah atau janji anggota KPPS dan petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan TPS;

    d    penjelasan kepada Pemilih tentang tata cara pemungutan suara; dan
    e    pelaksanaan pemberian suara.
        Pasal 91

(1)   
Sebelum melaksanakan pemungutan suara, KPPS:
    a    membuka kotak suara;
    b    mengeluarkan seluruh isi kotak suara;
    c    mengidentifikasi jenis dokumen dan peralatan;
    d    menghitung jumlah setiap jenis dokumen dan peralatan;
    e    memeriksa keadaan seluruh surat suara; dan
    f    menandatangani surat suara yang akan digunakan oleh Pemilih.
(2)    Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan masyarakat.
(3)    Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS dan paling sedikit 2 (dua) anggota KPPS serta dapat ditandatangani oleh saksi pasangan    calon.
        Pasal 92

(1)   
Setelah melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91, KPPS memberikan penjelasan mengenai tata cara pemungutan suara.
(2)    Dalam memberikan suara, Pemilih diberi kesempatan oleh KPPS berdasarkan prinsip urutan
kehadiran Pemilih.
(3)    Dalam hal surat suara yang diterima rusak atau terdapat kekeliruan dalam cara memberikan
suara, Pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS.
(4)    KPPS memberikan surat suara pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya 1
(satu) kali.
(5)    Penentuan waktu pemungutan suara dimulai pukul 07.00 dan berakhir pada pukul 13.00
waktu setempat.
        Pasal 93

(1)   
Pemilih yang telah memberikan suara di TPS diberi tanda khusus oleh KPPS.
(2)    Ketentuan mengenai tanda khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan KPU.
        Pasal 94
Surat suara untuk Pemilihan dinyatakan sah jika:
a        surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS; dan
b        pemberian tanda satu kali pada nomor urut, foto, atau nama salah satu pasangan calon dalam surat suara.

     Pasal 95   
(1)    Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS meliputi:
    a    Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap pada TPS yang bersangkutan; dan
    b    Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan.
(2)    Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS lain dengan menunjukkan surat pemberitahuan dari PPS untuk memberikan suara di TPS lain.
(3)    Dalam hal Pemilih tidak terdaftar dalam daftar Pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS sesuai domisili dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, kartu keluarga, paspor, dan/atau identitas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)    Dalam hal terdapat Pemilih tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPPS pada TPS
tersebut mencatat dan melaporkan kepada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota melalui PPK.
     Pasal 96   
(1)    Pemilih tidak boleh membubuhkan tulisan dan/atau catatan lain pada surat suara.
(2)    Dalam hal surat suara terdapat tulisan dan/atau catatan lain maka surat suara dinyatakan tidak sah.
     Pasal 97   
(1)    Dalam hal terjadi pelanggaran ketenteraman, ketertiban, dan keamanan dalam pelaksanaan pemungutan suara oleh anggota masyarakat atau pemantau Pemilihan, petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan melakukan penanganan sesuai prosedur yang
telah ditetapkan.
(2)    Dalam hal anggota masyarakat dan/atau pemantau Pemilihan tidak mematuhi penanganan
yang dilakukan oleh petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan maka yang bersangkutan diserahkan kepada petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
       
BAB XIV PENGHITUNGAN SUARA
        Bagian Kesatu Penghitungan Suara di TPS
        Pasal 98

(1)   
Penghitungan suara di TPS dilakukan oleh KPPS setelah pemungutan suara berakhir.
(2)    Sebelum penghitungan suara dimulai, KPPS menghitung:
    a    jumlah Pemilih yang memberikan suara berdasarkan salinan daftar Pemilih tetap untuk TPS;

    b    jumlah Pemilih dari TPS lain;
    c    jumlah Pemilih yang menggunakan dasar Kartu Tanda Penduduk Elektronik, kartu keluarga, paspor, dan/atau identitas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    d    jumlah surat suara yang tidak terpakai; dan
    e    jumlah surat suara yang dikembalikan oleh Pemilih karena rusak atau keliru ditandai
(3)    Dalam hal pemberian suara dilakukan dengan cara elektronik, penghitungan suara dilakukan dengan cara manual dan/atau elektronik.
(4)    Penggunaan surat suara cadangan wajib dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS dan paling sedikit 2 (dua) orang anggota KPPS.
(5)    Penghitungan suara dilakukan sampai dengan selesai di TPS oleh KPPS dan dihadiri oleh saksi pasangan    calon, pengawas TPS, pemantau, dan masyarakat.
(6)    Saksi pasangan    calon harus membawa surat mandat dari pasangan    calon yang
bersangkutan dan menyerahkannya kepada Ketua KPPS.
(7)    Penghitungan suara dilakukan dengan cara yang memungkinkan saksi pasangan    calon,
panitia pengawas, pemantau, dan masyarakat yang hadir dapat menyaksikan secara jelas proses penghitungan suara.
(8)    Dalam hal terdapat proses penghitungan suara yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, saksi pasangan    calon yang hadir dapat mengajukan keberatan kepada KPPS.
(9)    Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan    calon sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat diterima, KPPS seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(10)    Segera setelah selesai penghitungan suara di TPS, KPPS membuat berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS dan paling sedikit 2 (dua) orang anggota KPPS serta dapat ditandatangani oleh saksi pasangan    calon.
(11)    Dalam hal terdapat anggota KPPS dan saksi pasangan    calon yang hadir, tetapi tidak bersedia menandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (10), berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara pasangan    calon ditandatangani oleh anggota KPPS
dan saksi pasangan    calon yang hadir yang bersedia menandatangani.
(12)    KPPS wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi pasangan    calon, PPL, PPS, PPK melalui PPS serta menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara pada tempat pengumuman di TPS selama 7 (tujuh) hari.
     Pasal 99   
PPS wajib mengumumkan salinan sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (11) dari seluruh TPS di wilayah kerjanya dengan menempelkan salinan tersebut di tempat umum selama 7 (tujuh) hari.
        Bagian Kedua
Rekapitulasi Penghitungan Suara di PPS
        Pasal 100
Dihapus

     Pasal 101   
Dihapus
     Pasal 102   
Dihapus
     Pasal 103   
Dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah pemungutan suara, PPS wajib menyerahkan kepada PPK:
a    surat suara pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan calon
Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan    calon Walikota dan Wakil Walikota dari TPS dalam kotak suara tersegel; dan
b    berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari TPS di wilayahnya.
   
    Bagian Ketiga
Rekapitulasi Penghitungan Suara di PPK
    Pasal 104

(1)   
Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari KPPS melalui PPS, PPK membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat Kecamatan yang dapat dihadiri oleh saksi pasangan    calon, Panwas Kecamatan, pemantau, dan masyarakat.
(2)    Saksi pasangan    calon harus membawa surat mandat dari pasangan    calon yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada PPK.
(3)    Dalam hal proses penghitungan suara oleh PPK tidak sesuai dengan peraturan perundang- undangan, saksi pasangan    calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara kepada PPK.
(4)    Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan    calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, PPK seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(5)    Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara yang berasal dari seluruh TPS dalam wilayah kerja kecamatan yang bersangkutan, PPK membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh Ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota PPK serta dapat ditandatangani oleh saksi pasangan    calon.
(6)    Dalam hal ketua dan anggota PPK dan saksi pasangan    calon yang hadir, tetapi tidak bersedia menandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (5), berita acara rekapitulasi hasil penghitungan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara pasangan calon ditandatangani oleh anggota PPK dan saksi pasangan calon yang hadir yang bersedia menandatangani.

(7)    PPK wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPK kepada para pasangan    calon atau saksi pasangan calon dan Panwas Kecamatan yang ditunjuk serta menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara pada papan pengumuman di PPK selama 7 ( tujuh) hari.
(8)    PPK wajib menyerahkan berita acara pemungutan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara kepada KPU Kabupaten/Kota paling lambat 3 (tiga) hari setelah berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara dari PPS diterima.
(9)    Berita acara dan sertifikat rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) beserta kelengkapannya dimasukkan dalam sampul khusus dan dimasukkan ke dalam kotak suara yang disediakan yang pada bagian luar ditempel label atau disegel.
(10)    PPK wajib menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara.
(11)    Penyerahan berita acara dan sertifikat beserta kelengkapannya sebagaimana dimaksud pada ayat (8) wajib diawasi oleh Panwas Kecamatan dan wajib dilaporkan kepada Panwas Kabupaten/Kota.
    Bagian Ketiga
Rekapitulasi Penghitungan Suara di KPU Kabupaten/Kota
    Pasal 105

(1)   
Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari PPK, KPU Kabupaten/Kota membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat Kabupaten/Kota yang dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, Panwas Kabupaten/Kota, pemantau, dan masyarakat
.
(2)    Saksi pasangan    calon harus membawa surat mandat dari pasangan    calon yang
bersangkutan dan menyerahkannya kepada KPU Kabupaten/Kota.
(3)    Dalam hal rekapitulasi jumlah suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan kepada KPU Kabupaten/Kota.
(4)    Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan    calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, KPU Kabupaten/Kota seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(5)    Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua PPK dalam wilayah kerja kabupaten/kota yang bersangkutan, KPU kabupaten/kota membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota KPU Kabupaten/Kota serta dapat ditandatangani oleh saksi pasangan    calon.
(6)    Dalam hal ketua dan anggota KPU Kabupaten/Kota dan saksi pasangan calon yang hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak bersedia menandatangani berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara, berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara ditandatangani oleh anggota KPU Kabupaten/Kota dan saksi yang bersedia.

(7)    KPU Kabupaten/Kota wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di KPU Kabupaten/Kota kepada pasangan calon atau saksi pasangan    calon dan Panwas Kabupaten/Kota dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara pada tempat pengumuman di KPU Kabupaten/Kota selama 7 (tujuh) hari.
(8)    Setelah membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPU Kabupaten/Kota menetapkan pasangan calon terpilih dalam pleno KPU Kabupaten/Kota dalam waktu paling lama 1 (satu) hari.
(9)    KPU Kabupaten/Kota mengumumkan penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara dan penetapan pasangan    calon terpilih dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.
         Pasal 106   
(1)    Dalam hal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, KPU Kabupaten/Kota wajib menyerahkan berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada KPU Provinsi dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari KPPS melalui PPK diterima.
(2)    Berita Acara dan sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta kelengkapannya
dimasukkan dalam sampul khusus dan selanjutnya dimasukkan dalam kotak suara yang disediakan yang pada bagian luar ditempel label atau disegel.
(3)    KPU Kabupaten/Kota wajib menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara.
(4)    Penyerahan berita acara dan sertifikat beserta kelengkapannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diawasi oleh Bawaslu Provinsi.
         Pasal 107   
(1)    Pasangan    calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan    calon Walikota dan Calon Wakil Walikota yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan calon Bupati dan Calon Wakil Bupati terpilih serta pasangan calon Walikota dan Calon Wakil Walikota terpilih.
(2)    Dalam hal terdapat jumlah perolehan suara yang sama untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota, pasangan calon yang memperoleh dukungan Pemilih yang lebih merata penyebarannya di seluruh kecamatan di kabupaten/kota tersebut ditetapkan sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota terpilih.
(2)    Dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan    calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta
pasangan    calon Walikota dan Calon Wakil Walikota peserta Pemilihan memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari suara sah, ditetapkan sebagai pasangan    calon Bupati dan Calon Wakil Bupati terpilih serta pasangan    calon Walikota dan Calon Wakil Walikota terpilih.

    Bagian Keempat
Rekapitulasi Penghitungan Suara di KPU Provinsi
    Pasal 108

(1)   
Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat Provinsi yang dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, Bawaslu Provinsi, pemantau, dan masyarakat.
(2)    Saksi pasangan    calon harus membawa surat mandat dari pasangan calon yang
bersangkutan dan menyerahkannya kepada KPU Provinsi.
(3)    Dalam hal penghitungan suara oleh KPU Provinsi tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, saksi pasangan    calon yang hadir dapat mengajukan keberatan kepada KPU Provinsi.
(4)    Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan    calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, KPU Provinsi seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(5)    Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua KPU
Kabupaten/Kota, KPU Provinsi membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota KPU Provinsi serta dapat ditandatangani oleh saksi pasangancalon Gubernur dan
Calon Wakil Gubernur.
(6)    Dalam hal ketua dan anggota KPU Provinsi dan saksi pasangan    calon yang hadir
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tetapi tidak bersedia menandatangani, berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara pasangan    calon gubernur dan calon wakil gubernur ditandatangani oleh anggota KPU Provinsi serta saksi pasangan calon yang hadir.
(7)    KPU Provinsi wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan suara di KPU Provinsi kepada para pasangan calon atau saksi pasangan calon dan Bawaslu Provinsi dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara pada tempat pengumuman di KPU Provinsi selama 7 (tujuh) hari.
(8)    Setelah membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPU Provinsi menetapkan pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih dalam pleno KPU dalam waktu paling lama 1 (satu) hari.
(9)    KPU Provinsi mengumumkan penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara dan penetapan pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.


     Pasal 109   
(1)    Pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih.
(2)    Dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur
peserta Pemilihan memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari suara sah, ditetapkan sebagai pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih.

Bagian Kelima
Pengawasan dan Sanksi dalam Penghitungan Suara dan Rekapitulasi Penghitungan Suara
        Pasal 110

(1)   
Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, dan PPL melakukan pengawasan atas rekapitulasi penghitungan suara yang dilaksanakan oleh KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan KPPS.
(2)    Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kemungkinan adanya
pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan oleh anggota KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan KPPS dalam melakukan rekapitulasi penghitungan suara.
(3)    Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup adanya pelanggaran, penyimpangan,
dan/atau kesalahan dalam rekapitulasi penghitungan suara, Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, dan PPL melaporkan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan kepada petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(4)    Anggota KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS yang melakukan
pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dikenai tindakan hukum sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
     Pasal 111   
(1)    Mekanisme penghitungan dan rekapitulasi suara Pemilihan secara manual dan/atau menggunakan sistem penghitungan suara secara elektronik diatur dengan Peraturan KPU.
(2)    Peraturan KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setelah dikonsultasikan
dengan Pemerintah.
BAB XV PEMUNGUTAN SUARA ULANG, PENGHITUNGAN SUARA ULANG, DAN REKAPITULASI HASIL PENGHITUNGAN SUARA ULANG
        Bagian Kesatu Pemungutan Suara Ulang
        Pasal 112

(1)   
Pemungutan suara di TPS dapat diulang jika terjadi gangguan keamanan yang
mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan.
(2)    Pemungutan suara di TPS dapat diulang jika dari hasil penelitian dan pemeriksaan Panwas
Kecamatan terbukti terdapat 1 (satu) atau lebih keadaan sebagai berikut:
    a    pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak
dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
    b    petugas KPPS meminta Pemilih memberi tanda khusus, menandatangani, atau menulis
nama atau alamatnya pada surat suara yang sudah digunakan;

    c    petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh Pemilih
sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah;

    d    lebih dari seorang Pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali, pada TPS yang
sama atau TPS yang berbeda; dan/atau
    e    lebih dari seorang Pemilih yang tidak terdaftar sebagai Pemilih, mendapat kesempatan
memberikan suara pada TPS.
        Bagian Kedua
Penghitungan Suara Ulang dan Rekapitulasi Penghitungan Suara Ulang
        Pasal 113

(1)   
Penghitungan suara ulang meliputi:
    a    penghitungan ulang surat suara di TPS; atau
    b    penghitungan ulang surat suara di PPS.
(2)    Penghitungan ulang suara di TPS dilakukan seketika itu juga jika:
    a    penghitungan suara dilakukan secara tertutup;
    b    penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang terang atau yang kurang mendapat penerangan cahaya;
    c    penghitungan suara dilakukan dengan suara yang kurang jelas;
    d    penghitungan suara dicatat dengan tulisan yang kurang jelas;
    e    saksi calon, PPL, dan masyarakat tidak dapat menyaksikan proses penghitungan suara secara jelas;
    f    penghitungan suara dilakukan di tempat lain atau waktu lain dari yang telah
ditentukan; dan/atau
    g    terjadi ketidakkonsistenan dalam menentukan surat suara yang sah dan surat suara
yang tidak sah.
(3)    Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), saksi calon atau PPL dapat
mengusulkan penghitungan ulang surat suara di TPS yang bersangkutan.
(4)    Dalam hal TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat melakukan penghitungan
suara ulang, saksi calon atau PPL dapat mengusulkan penghitungan ulang surat suara di PPS.
(5)    Penghitungan ulang surat suara di TPS atau PPS harus dilaksanakan dan selesai pada hari
yang sama dengan hari pemungutan suara.
     Pasal 114   
Dalam hal TPS atau PPS tidak dapat melakukan penghitungan suara ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (5), pelaksanaan penghitungan suara ulang dilakukan oleh panitia pemilihan setingkat di atasnya paling lama 2 (dua) hari setelah hari pemungutan suara.
     Pasal 115   
Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPK, KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi dapat diulang jika terjadi keadaan sebagai berikut:
a        kerusuhan yang mengakibatkan rekapitulasi hasil penghitungan suara tidak dapat dilanjutkan;

b    rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan secara tertutup;
c    rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang terang atau kurang mendapatkan penerangan cahaya;


d    rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan dengan suara yang kurang jelas;
e    rekapitulasi hasil penghitungan suara dicatat dengan tulisan yang kurang jelas;
f    saksi pasangan    calon, pengawas penyelenggara Pemilihan, pemantau, dan masyarakat tidak dapat menyaksikan proses rekapitulasi hasil penghitungan suara secara jelas; dan/atau
g    rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan di tempat lain di luar tempat dan waktu
yang telah ditentukan.
    Pasal 116

(1)   
Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115, saksi pasangan calon dan pengawas penyelenggara Pemilihan dapat mengusulkan untuk dilaksanakan rekapitulasi hasil penghitungan suara ulang di PPK, KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi yang bersangkutan.
(2)    Rekapitulasi hasil penghitungan suara ulang di PPK, KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi harus dilaksanakan dan selesai pada hari yang sama dengan pelaksanaan rekapitulasi.
    Pasal 117

(1)   
Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara pada sertifikat hasil penghitungan suara dari TPS dengan sertifikat hasil penghitungan suara yang diterima PPS dari TPS, saksi calon tingkat Kecamatan dan saksi calon di TPS, Panwas Kecamatan, atau PPL maka PPS
melakukan penghitungan suara ulang untuk TPS yang bersangkutan.
(2)    Penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara ulang di PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 5 (lima) hari setelah hari/tanggal pemungutan suara.
    Pasal 118

Penghitungan suara ulang untuk TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (1) dilakukan dengan cara membuka kotak suara yang hanya dilakukan di PPK.
    Pasal 119

(1)   
Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara dalam sertifikat hasil penghitungan perolehan suara Pemilihan dari TPS dengan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pemilihan yang diterima oleh PPK, KPU Kabupaten/Kota dan KPU Provinsi, saksi pasangan calon tingkat kabupaten/kota dan saksi pasangan    calon tingkat kecamatan, Panwas Kabupaten/Kota, atau Panwas kecamatan, maka KPU Kabupaten/Kota melakukan
pembetulan data melalui pengecekan dan/atau rekapitulasi ulang data yang termuat dalam

    sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara untuk KPU Kabupaten/Kota yang
bersangkutan.
(2)    Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara dalam sertifikat hasil penghitungan perolehan
suara pemilihan bupati dan wakil bupati serta pemilihan walikota dan wakil walikota dari PPK dengan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang diterima oleh KPU Kabupaten/Kota, saksi pasangan calon tingkat kabupaten/kota dan saksi pasangan calon tingkat kecamatan, Panwas Kabupaten/Kota, atau Panwas Kecamatan, maka KPU Kabupaten/Kota melakukan pembetulan data melalui pengecekan dan/atau rekapitulasi ulang data yang termuat dalam sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara untuk KPU Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

(3)    Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara dalam sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara pemilihan gubernur dan wakil gubernur dari PPK dengan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara yang diterima oleh KPU Provinsi, saksi Peserta pemilihan gubernur dan wakil gubernur tingkat provinsi dan saksi Peserta pemilihan gubernur dan wakil gubernur tingkat kecamatan, bawaslu provinsi, maka KPU Provinsi melakukan pembetulan data melalui pengecekan dan/atau rekapitulasi ulang data yang termuat dalam sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara untuk KPU
Provinsi yang bersangkutan.

       
BAB XVI PEMILIHAN LANJUTAN DAN PEMILIHAN SUSULAN
        Pasal 120

(1)   
Dalam hal sebagian atau seluruh wilayah Pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan Pemilihan lanjutan.
(2)    Pelaksanaan Pemilihan lanjutan dimulai dari tahap penyelenggaraan Pemilihan yang
terhenti.
        Pasal 121
(1)    Dalam hal di suatu wilayah Pemilihan terjadi bencana alam, kerusuhan, gangguan keamanan, dan/atau gangguan lainnya yang mengakibatkan terganggunya seluruh tahapan
penyelenggaraan Pemilihan maka dilakukan Pemilihan susulan.
(2)    Pelaksanaan Pemilihan susulan dilakukan untuk seluruh tahapan penyelenggaraan
Pemilihan.
     Pasal 122   
(1)    Pemilihan lanjutan dan Pemilihan susulan dilaksanakan setelah penetapan penundaan pelaksanaan Pemilihan diterbitkan.
(2)    Penetapan penundaan pelaksanaan Pemilihan dilakukan oleh:
    a    KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK dalam hal penundaan pelaksanaan Pemilihan meliputi 1 (satu) atau beberapa desa atau sebutan lain/kelurahan;

    b    KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK dalam hal penundaan pelaksanaan Pemilihan
meliputi 1 (satu) atau beberapa kecamatan; atau
    c    KPU Provinsi atas usul KPU Kabupaten/Kota dalam hal penundaan pelaksanaan
Pemilihan meliputi 1 (satu) atau beberapa kabupaten/kota.
(3)    Dalam hal pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur tidak dapat dilaksanakan di 40% (empat
puluh persen) jumlah kabupaten/kota atau 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih, penetapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur lanjutan atau Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur susulan dilakukan oleh Menteri atas usul KPU Provinsi.
(4)    Dalam hal pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota tidak dapat
dilaksanakan di 40% (empat puluh persen) jumlah Kecamatan atau 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih, penetapan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota lanjutan atau pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota susulan dilakukan oleh Gubernur atas usul KPU Kabupaten/Kota.
(5)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan waktu pelaksanaan Pemilihan lanjutan dan
Pemilihan susulan diatur dalam Peraturan KPU.

       
BAB XVII PEMANTAU
        Pasal 123

(1)   
Pelaksanaan Pemilihan dapat dipantau oleh pemantau Pemilihan.
(2)    Pemantau Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    a    organisasi kemasyarakatan pemantau Pemilihan dalam negeri yang terdaftar di Pemerintah; dan
    b    lembaga pemantau Pemilihan asing.
(3)    Lembaga pemantau Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan yang meliputi:
    a    bersifat independen;
    b    mempunyai sumber dana yang jelas; dan
    c    terdaftar dan memperoleh akreditasi dari KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan cakupan wilayah pemantauannya.
(4)    Selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemantau
Pemilihan asing juga harus memenuhi persyaratan khusus:
    a    mempunyai kompetensi dan pengalaman sebagai pemantau pemilihan di negara lain
yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari organisasi pemantau yang bersangkutan atau dari pemerintah negara lain tempat yang bersangkutan pernah melakukan pemantauan;
    b    memperoleh visa untuk menjadi pemantau pemilihan dari Perwakilan Republik
Indonesia di luar negeri; dan
    c    memenuhi tata cara melakukan pemantauan yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.

(5)    Lembaga pemantau Pemilihan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b wajib
melapor dan mendaftar ke KPU atas rekomendasi Kementerian Luar Negeri.
             Pasal 124   
(1)    Lembaga pemantau Pemilihan wajib menyampaikan laporan hasil pemantauannya kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah pelantikan pasangan    calon terpilih.
(2)    Lembaga pemantau Pemilihan wajib mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)    Lembaga pemantau Pemilihan yang tidak mematuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (3), dicabut haknya sebagai pemantau Pemilihan.
             Pasal 125   
(1)    Untuk menjadi pemantau Pemilihan, lembaga pemantau mendaftarkan kepada KPU Provinsi untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan kepada KPU Kabupaten/Kota
untuk pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
(2)    Pendaftaran sebagai pemantau Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan mengisi formulir pendaftaran dengan menyerahkan kelengkapan administrasi yang meliputi:
    a    profil organisasi lembaga pemantau;
    b    nama dan jumlah anggota pemantau;
    c    alokasi anggota pemantau Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur masing-masing di provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan;
    d    alokasi anggota pemantau pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil
Walikota masing-masing di kabupaten/kota dan kecamatan;
    e    rencana dan jadwal kegiatan pemantauan serta daerah yang ingin dipantau;
    f    nama, alamat, dan pekerjaan pengurus lembaga pemantau;
    g    pas foto terbaru pengurus lembaga pemantau; dan
    h    sumber dana.
(3)    KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota melakukan penelitian terhadap kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123.
(4)    Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terpenuhi, KPU Provinsi
memberikan akreditasi kepada lembaga pemantau Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur.
(5)    Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terpenuhi, KPU
Kabupaten/Kota memberikan akreditasi kepada lembaga pemantau pemilihan Bupati dan Wakil Bupati seta Walikota dan Wakil Walikota.

         Pasal 126   
Lembaga pemantau Pemilihan mempunyai hak:
a    mendapatkan akses di wilayah Pemilihan;
b    mendapatkan perlindungan hukum dan keamanan;
c    mengamati dan mengumpulkan informasi jalannya proses pelaksanaan Pemilihan dari tahap awal sampai tahap akhir;
d    berada di lingkungan TPS pada hari pemungutan suara dan memantau jalannya proses
pemungutan dan penghitungan suara;
e    mendapat akses informasi dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota; dan
f    menggunakan perlengkapan untuk mendokumentasikan kegiatan pemantauan sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan Pemilihan.





         Pasal 127   
Lembaga pemantau Pemilihan wajib:
a    mematuhi kode etik pemantau Pemilihan yang diterbitkan oleh KPU;
b    mematuhi permintaan untuk meninggalkan atau tidak memasuki daerah atau tempat
tertentu atau untuk meninggalkan TPS atau tempat penghitungan suara dengan alasan keamanan;
c    menanggung sendiri semua biaya selama kegiatan pemantauan berlangsung;
d    menyampaikan hasil pemantauan mengenai pemungutan dan penghitungan suara
kepada KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota, serta pengawas penyelenggara Pemilihan sebelum pengumuman hasil pemungutan suara;
e    menghormati peranan, kedudukan, dan wewenang penyelenggara Pemilihan serta
menunjukkan sikap hormat dan sopan kepada penyelenggara Pemilihan dan kepada Pemilih; dan
f    melaksanakan perannya sebagai pemantau secara tidak berpihak dan obyektif.
g    membantu Pemilih dalam merumuskan pengaduan yang akan disampaikan kepada pengawas Pemilihan.
         Pasal 128   
Lembaga pemantau Pemilihan dilarang:
a    melakukan kegiatan yang mengganggu proses pelaksanaan Pemilihan;
b    mempengaruhi Pemilih dalam menggunakan haknya untuk memilih;
c    mencampuri pelaksanaan tugas dan wewenang penyelenggara Pemilihan;
d    memihak kepada peserta Pemilihan tertentu;
e    menggunakan seragam, warna, atau atribut lain yang memberikan kesan mendukung atau menolak peserta Pemilihan;
f    menerima atau memberikan hadiah, imbalan, atau fasilitas apapun dari atau kepada
peserta Pemilihan;

g    mencampuri dengan cara apapun urusan politik dan Pemerintahan dalam negeri
Indonesia dalam hal pemantau merupakan pemantau Pemilihan asing;
h    membawa senjata, bahan peledak, dan/atau bahan berbahaya lainnya selama
melakukan pemantauan;
i    masuk ke dalam TPS;
j    menyentuh perlengkapan/alat pelaksanaan Pemilihan termasuk surat suara tanpa persetujuan petugas Pemilihan; dan
k    melakukan kegiatan lain selain yang berkaitan dengan pemantauan Pemilihan.
     Pasal 129   
(1)    Lembaga pemantau Pemilihan yang melanggar kewajiban dan larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 127 dan Pasal 128 dicabut status dan haknya sebagai pemantau Pemilihan.
(2)    Sebelum mencabut status dan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Provinsi atau
KPU Kabupaten/Kota wajib mendengarkan penjelasan lembaga pemantau Pemilihan.
(3)    Pencabutan status dan hak lembaga pemantau Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan dengan Keputusan KPU Provinsi atau Keputusan KPU Kabupaten/Kota.
   
(4)    Lembaga pemantau Pemilihan yang telah dicabut status dan haknya sebagai lembaga
pemantau Pemilihan dilarang menggunakan atribut lembaga pemantau Pemilihan dan melakukan kegiatan yang ada hubungannya dengan pemantauan Pemilihan.
(5)    Pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan yang bersifat tindak pidana dan/atau
perdata yang dilakukan oleh pemantau Pemilihan, dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     Pasal 130   
(1)    Setiap anggota lembaga pemantau Pemilihan wajib memakai kartu tanda pengenal pemantau Pemilihan dalam melaksanakan pemantauan Pemilihan.
(2)    Kartu tanda pengenal pemantau Pemilihan diberikan oleh KPU Provinsi untuk Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur dan oleh KPU Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
(3)    Lembaga pemantau Pemilihan wajib menaati dan mematuhi semua ketentuan yang
berkenaan dengan Pemilihan serta memperhatikan kode etik pemantau Pemilihan.
(4)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pemantauan Pemilihan diatur dalam
Peraturan KPU.
   
BAB XVIII PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN
    Pasal 131

(1)   
Untuk mendukung kelancaran penyelenggaraan Pemilihan dapat melibatkan partisipasi masyarakat.

(2)    Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan dalam bentuk pengawasan pada setiap tahapan Pemilihan, sosialisasi Pemilihan, pendidikan politik bagi Pemilih, survei atau jajak pendapat tentang Pemilihan, dan penghitungan cepat hasil Pemilihan.    Sosialisasi Pemilihan
dan pendidikan politik bagi pemilih dilakukan dalam bentuk seminar, lokakarya, pelatihan, simulasi, dan bentuk kegiatan lainnya
(3)    Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
    a    tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;
    b    tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan Pemilihan;   
    c    bertujuan meningkatkan partisipasi politik masyarakat secara luas; dan
    d    mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan Pemilihan yang aman, damai, tertib, dan lancar.
             Pasal 132       
(1)    Pelaksana survei atau jajak pendapat dan pelaksana penghitungan cepat hasil Pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (2) wajib melaporkan status badan hukum atau surat keterangan terdaftar, susunan kepengurusan, sumber dana, alat, dan metodologi yang digunakan kepada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(2)    KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota menetapkan lembaga yang dapat melaksanakan
survei atau jajak pendapat dan pelaksana penghitungan cepat hasil Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)    Pelaksana survei atau jajak pendapat dan Pelaksana penghitungan cepat hasil Pemilihan
dalam mengumumkan dan/atau menyebarluaskan hasilnya wajib memberitahukan bahwa hasil penghitungan cepat yang dilakukannya bukan merupakan hasil resmi penyelenggara Pemilihan.
(4)    Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penetapan lembaga yang dapat melaksanakan
survei atau jajak pendapat dan pelaksana penghitungan cepat hasil Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan KPU.
             Pasal 133       
Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (2) wajib mengikuti ketentuan yang diatur oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
             Pasal 133A       
Pemerintahan Daerah bertanggung jawab mengembangkan kehidupan demokrasi di daerah, khususnya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih.

       
BAB XIX PENANGANAN LAPORAN PELANGGARAN PEMILIHAN
        Pasal 134

(1)   
Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS menerima laporan pelanggaran Pemilihan pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan.
(2)    Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan
oleh:
    a    Pemilih;
    b    pemantau Pemilihan; atau
    c    peserta Pemilihan.
(3)    Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara tertulis yang memuat paling sedikit:
    a    nama dan alamat pelapor;
    b    pihak terlapor;
    c    waktu dan tempat kejadian perkara; dan
    d    uraian kejadian
(4)    Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diketahui dan/atau ditemukannya pelanggaran Pemilihan.
(5)    Dalam hal laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dikaji dan terbukti kebenarannya, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas
Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS wajib menindaklanjuti laporan paling lama 3 (tiga) hari setelah laporan diterima.
(6)    Dalam hal diperlukan, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS dapat meminta keterangan tambahan dari pelapor dalam waktu paling lama 2 (dua) hari.




     Pasal 135   
(1)    Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) yang merupakan:
    a    pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan diteruskan oleh Bawaslu kepada DKPP;
    b    pelanggaran administrasi Pemilihan diteruskan kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU
Kabupaten/Kota;
    c    sengketa Pemilihan diselesaikan oleh Bawaslu; dan
    d    tindak pidana Pemilihan ditindaklanjuti oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2)    Laporan tindak pidana Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diteruskan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak diputuskan oleh Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, dan/atau Panwas Kecamatan.
(3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan laporan pelanggaran Pemilihan diatur dengan
Peraturan Bawaslu.

         Pasal 135A       
(1)    Pelanggaran administrasi Pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) merupakan pelanggaran yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif.    Yang dimaksud dengan “terstruktur” adalah kecurangan yang dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah maupun penyelenggara Pemilihan secara kolektif atau secara bersama-sama.

Yang dimaksud dengan “sistematis” adalah pelanggaran yang direncanakan secara matang, tersusun, bahkan sangat rapi.

Yang dimaksud dengan “masif” adalah dampak pelanggaran yang sangat luas pengaruhnya terhadap hasil Pemilihan bukan hanya sebagian-sebagian.
(2)    Bawaslu Provinsi menerima, memeriksa, dan memutus pelanggaran administrasi
Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja.
(3)    Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan secara terbuka dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)    KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Bawaslu Provinsi
dengan menerbitkan keputusan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diterbitkannya putusan Bawaslu
Provinsi.
(5)    Keputusan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dapat berupa sanksi administrasi pembatalan pasangan    calon.
(6)    Pasangan    calon yang dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) dapat mengajukan upaya hukum ke Mahkamah Agung dalam jangka waktu
paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak keputusan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota ditetapkan.
(7)    Mahkamah Agung memutus upaya hukum pelanggaran administrasi Pemilihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak berkas perkara diterima oleh Mahkamah Agung.
(8)    Dalam hal putusan Mahkamah Agung membatalkan keputusan KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (6), KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota wajib menetapkan kembali sebagai pasangan    calon.
(9)    Putusan Mahkamah Agung bersifat final dan mengikat.
(10)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pelanggaran administrasi Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bawaslu.

BAB XX PELANGGARAN KODE ETIK, PELANGGARAN ADMINISTRASI, PENYELESAIAN SENGKETA, TINDAK PIDANA PEMILIHAN, SENGKETA TATA USAHA NEGARA, DAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN
    Bagian Kesatu
Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilihan
    Pasal 136

Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan adalah pelanggaran terhadap etika penyelenggara Pemilihan yang berpedoman pada sumpah dan/atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilihan.
     Pasal 137   
(1)    Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 diselesaikan oleh DKPP.
(2)    Tata cara penyelesaian pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai penyelenggara pemilihan umum.
    Bagian Kedua Pelanggaran Administrasi
    Pasal 138

Pelanggaran administrasi Pemilihan adalah pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilihan dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan di luar tindak pidana Pemilihan dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan
     Pasal 139   
(1)    Bawaslu Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota membuat rekomendasi atas hasil
kajiannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (5) terkait pelanggaran administrasi Pemilihan.
(2)    KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu
Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)    KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota menyelesaikan pelanggaran administrasi
Pemilihan berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota sesuai dengan tingkatannya.

     Pasal 140   
(1)    KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota memeriksa dan memutus pelanggaran administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2) paling lama 7 (tujuh) hari sejak rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota diterima.
(2)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilihan
diatur dalam Peraturan KPU.
     Pasal 141   
Dalam hal KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, atau peserta Pemilihan tidak menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau Panwas Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2), Bawaslu Provinsi dan/atau Panwas Kabupaten/Kota memberikan sanksi peringatan lisan atau peringatan tertulis.
Bagian Ketiga
Sengketa Antarpeserta Pemilihan dan Sengketa Antara Peserta dengan Penyelenggara Pemilihan
        Pasal 142   

Sengketa Pemilihan terdiri atas:
a        sengketa antarpeserta Pemilihan; dan   
b        sengketa antara Peserta Pemilihan dan penyelenggara Pemilihan sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.    Yang dimaksud dengan “sengketa antara Peserta Pemilihan dengan penyelenggara
Pemilihan” antara lain, sengketa yang diakibatkan keluarnya Keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten / Kota.
     Pasal 143   
(1)    Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota berwenang menyelesaikan sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142.
(2)    Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota memeriksa dan memutus sengketa
Pemilihan paling lama 12 (dua belas) hari sejak diterimanya laporan atau temuan.
(3)    Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota melakukan penyelesaian sengketa melalui
tahapan:
    a    menerima dan mengkaji laporan atau temuan; dan   
    b    mempertemukan pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan melalui musyawarah dan mufakat.



     Pasal 144   
(1)    Putusan Bawaslu Provinsi dan Putusan Panwas Kabupaten/Kota mengenai penyelesaian sengketa Pemilihan merupakan Putusan bersifat mengikat.
(2)    KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Bawaslu
Provinsi dan/atau putusan Panwas Kabupaten/Kota mengenai penyelesaian sengketa Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 3 (tiga) hari kerja.
(3)    Seluruh proses pengambilan Putusan Bawaslu Provinsi dan Putusan Panwas
Kabupaten/Kota wajib dilakukan melalui proses yang terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.
(4)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian sengketa diatur dengan Peraturan
Bawaslu.
    Bagian Keempat Tindak Pidana Pemilihan
    Paragraf 1 Umum
    Pasal 145

Tindak pidana Pemilihan merupakan pelanggaran atau kejahatan terhadap ketentuan Pemilihan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
    Paragraf 2 Penyelesaian Tindak Pidana
    Pasal 146

(1)   
Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang tergabung dalam sentra penegakan hukum terpadu dapat melakukan penyelidikan setelah adanya laporan pelanggaran
Pemilihan yang diterima oleh Bawaslu Provinsi maupun Panwas Kabupaten/Kota.
(2)    Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
menjalankan tugas dapat melakukan penggeledahan, penyitaan, dan pengumpulan alat bukti untuk kepentingan penyelidikan maupun penyidikan tanpa surat izin ketua pengadilan
negeri setempat.
(3)    Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia menyampaikan hasil penyidikan disertai
berkas perkara kepada penuntut umum paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak laporan diterima dari Bawaslu Provinsi maupun Panwas Kabupaten/Kota.
(4)    Dalam hal hasil penyidikan belum lengkap, dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja
penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi.
(5)    Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja
terhitung sejak tanggal penerimaan berkas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara tersebut kepada penuntut umum.

(6)    Penuntut umum melimpahkan berkas perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada
Pengadilan Negeri paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak menerima berkas perkara dari penyidik.
    Pasal 147

(1)   
Pengadilan Negeri dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilihan menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
(2)    Sidang pemeriksaan perkara tindak pidana Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh majelis khusus.
    Pasal 148

(1)   
Pengadilan Negeri memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilihan paling lama 7 (tujuh) hari setelah pelimpahan berkas perkara.
(2)    Dalam hal putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan banding,
permohonan banding diajukan paling lama 3 (tiga) hari setelah putusan dibacakan.
(3)    Pengadilan Negeri melimpahkan berkas perkara permohonan banding kepada Pengadilan
Tinggi paling lama 3 (tiga) hari setelah permohonan banding diterima.
(4)    Pengadilan Tinggi memeriksa dan memutus perkara banding sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) paling lama 7 (tujuh) hari setelah permohonan banding diterima.
(5)    Putusan Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan putusan
terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.
    Pasal 149

(1)   
Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (1) dan ayat (4) harus sudah disampaikan kepada penuntut umum paling lambat 3 (tiga) hari setelah putusan dibacakan.
(2)    Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 harus dilaksanakan paling
lambat 3 (tiga) hari setelah putusan diterima oleh jaksa.
    Pasal 150

(1)   
Putusan pengadilan terhadap kasus tindak pidana Pemilihan yang menurut Undang-Undang ini dapat mempengaruhi perolehan suara peserta Pemilihan harus sudah selesai paling lama 5 (lima) hari sebelum KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota menetapkan hasil Pemilihan.
(2)    KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan pengadilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)    Salinan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah diterima KPU
Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan peserta Pemilihan pada hari putusan pengadilan tersebut dibacakan.



Paragraf 3
Majelis Khusus Tindak Pidana
    Pasal 151   

(1)   
Majelis khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (2) terdiri atas hakim khusus yang merupakan hakim karier pada Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi yang ditetapkan secara khusus untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilihan.
(2)    Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan Keputusan
Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(3)    Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat telah
melaksanakan tugasnya sebagai hakim paling singkat 3 (tiga) tahun, kecuali dalam suatu pengadilan tidak terdapat hakim yang masa kerjanya telah mencapai 3 (tiga) tahun.
(4)    Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama memeriksa, mengadili, dan
memutus tindak pidana Pemilihan dibebaskan dari tugasnya untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara lain.
(5)    Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menguasai pengetahuan tentang
Pemilihan.
(6)    Ketentuan lebih lanjut mengenai hakim khusus diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung.
Paragraf 4
Sentra Penegakan Hukum Terpadu
    Pasal 152   

(1)   
Untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana Pemilihan, Bawaslu Provinsi, dan/atau Panwas Kabupaten/Kota, Kepolisian Daerah dan/atau Kepolisian Resor, dan Kejaksaan Tinggi dan/atau Kejaksaan Negeri membentuk sentra penegakan hukum terpadu.
(2)    Sentra penegakan hukum terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melekat pada
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwas Kabupaten/Kota.
(3)    Anggaran operasional sentra penegakan hukum terpadu dibebankan pada Anggaran
Bawaslu.
(4)    Ketentuan mengenai sentra penegakan hukum
terpadu diatur dengan peraturan bersama antara Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Ketua Bawaslu.    Yang dimaksud dengan “Peraturan
Bersama” adalah peraturan yang dibuat Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia, dan Ketua Bawaslu Republik Indonesia paling sedikit memuat ketentuan mengenai tata cara pengajuan dan penanganan laporan atau keberatan, pola hubungan, dan tata
kerja, dan penempatan personil.

(5)    Peraturan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan setelah berkonsultasi
dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat.
    Bagian Kelima Sengketa Tata Usaha Negara
    Pasal 153

(1)   
Sengketa tata usaha negara Pemilihan merupakan sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara Pemilihan antara Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dengan KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU
Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota.
(2)    Peradilan Tata Usaha Negara dalam menerima, memeriksa, mengadili, dan memutus
sengketa Tata Usaha Negara Pemilihan menggunakan Hukum Acara Tata Usaha Negara, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
    Paragraf 1
Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara
    Pasal 154

(1)   
Peserta Pemilihan mengajukan keberatan terhadap keputusan KPU Provinsi atau keputusan KPU Kabupaten/Kota kepada Bawaslu Provinsi dan/atau Panwas Kabupaten/Kota dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota ditetapkan.
(2)    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara Pemilihan ke Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara dilakukan setelah seluruh upaya administratif di Bawaslu Provinsi dan/atau Panwas Kabupaten/Kota telah dilakukan.
(3)    Dalam hal pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kurang lengkap,
penggugat dapat memperbaiki dan melengkapi gugatan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diterimanya gugatan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
(4)    Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) penggugat belum
menyempurnakan gugatan, hakim memberikan putusan bahwa gugatan tidak dapat diterima.
(5)    Terhadap putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dilakukan upaya
hukum.
(6)    Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memeriksa dan memutus gugatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak gugatan dinyatakan lengkap.
(7)    Terhadap putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) hanya dapat dilakukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(8)    Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diajukan dalam jangka waktu
paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterbitkannya putusan.

(9)    Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib memberikan putusan atas permohonan kasasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak permohonan kasasi diterima.
(10)    Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
bersifat final dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum peninjauan kembali.
(11)    KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) Hari.
(12)    KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara atau putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia mengenai keputusan tentang penetapan pasangan    calon peserta Pemilihan sepanjang tidak melewati tahapan paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sebelum hari pemungutan suara.
    Paragraf 2
Majelis Khusus Tata Usaha Negara
    Pasal 155

(1)   
Dalam memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa tata usaha negara Pemilihan dibentuk majelis khusus yang terdiri dari hakim khusus yang merupakan hakim karier di lingkungan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(2)    Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan Keputusan
Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(3)    Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hakim yang telah melaksanakan
tugasnya sebagai hakim minimal 3 (tiga) tahun, kecuali apabila dalam suatu pengadilan tidak terdapat hakim yang masa kerjanya telah mencapai 3 (tiga) tahun.
(4)    Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama menangani sengketa tata usaha
negara Pemilihan dibebaskan dari tugasnya untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara lain.
(5)    Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menguasai pengetahuan tentang
Pemilihan.
(6)    Ketentuan lebih lanjut mengenai hakim khusus diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung.
    Bagian Keenam Perselisihan Hasil Pemilihan
    Pasal 156

(1)   
Perselisihan hasil Pemilihan merupakan perselisihan antara KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota dan peserta Pemilihan mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilihan.
(2)    Perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah perselisihan penetapan perolehan suara yang signifikan dan dapat mempengaruhi penetapan calon terpilih.

             Pasal 157   
(1)    Perkara perselisihan hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus.
(2)    Badan peradilan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk sebelum pelaksanaan Pemilihan serentak nasional.
(3)    Perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil Pemilihan diperiksa dan
diadili oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus.
(4)    Peserta Pemilihan dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil
penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota kepada Mahkamah Konstitusi.
(5)    Peserta Pemilihan mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(6)    Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilengkapi alat/dokumen
bukti dan Keputusan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota tentang hasil rekapitulasi penghitungan suara.
(7)    Dalam hal pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kurang lengkap,
pemohon dapat memperbaiki dan melengkapi permohonan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya permohonan oleh Mahkamah Konstitusi.
(8)    Mahkamah Konstitusi memutuskan perkara perselisihan sengketa hasil Pemilihan paling
lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan.
(9)    Putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) bersifat final dan
mengikat.
(10)    KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Mahkamah
Konstitusi.
             Pasal 158   
(1)    Peserta pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara dengan ketentuan:
    a    provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, pengajuan
perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2% (dua persen) dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Provinsi;
    b    provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000 (dua juta) sampai dengan
6.000.000 (enam juta), pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Provinsi;
    c    provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6.000.000 (enam juta) sampai dengan
12.000.000 (dua belas juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1% (satu persen) dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Provinsi; dan

    d    provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa,
pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari total suara sah hasil penghitungan
suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Provinsi.
(2)    Peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dapat
mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara dengan ketentuan:
    a    kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 (dua ratus lima
puluh ribu) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2% (dua persen) dari total suara sah hasil
penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota;
    b    kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh
ribu) jiwa sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan apabila terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang
ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota;
    c    kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) jiwa
sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara
dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1% (satu persen) dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir KPU Kabupaten/Kota; dan
    d    kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa,
pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir KPU Kabupaten/Kota.
             Pasal 159   
Dihapus


   
BAB XXI PENGESAHAN PENGANGKATAN DAN PELANTIKAN
    Bagian Kesatu Pengesahan Pengangkatan
    Pasal 160

(1)   
Pengesahan pengangkatan pasangan    calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih
dilakukan berdasarkan penetapan pasangan    calon terpilih oleh KPU Provinsi yang disampaikan oleh DPRD Provinsi kepada Presiden melalui Menteri.
(2)    Pengesahan pengangkatan pasangan    calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih
dilakukan oleh Presiden dalam waktu paling lama 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal usul dan berkas diterima secara lengkap.
(3)    Pengesahan pengangkatan pasangan    calon Bupati dan Wakil Bupati serta pasangan
calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih dilakukan berdasarkan penetapan pasangan calon terpilih oleh KPU Kabupaten/Kota yang disampaikan oleh DPRD Kabupaten/Kota kepada Menteri melalui Gubernur

(4)    Pengesahan pengangkatan pasangan    calon Bupati dan Wakil Bupati serta pasangan
calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih dilakukan oleh Menteri dalam waktu paling lama 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal usul dan berkas diterima secara lengkap
     Pasal 160A   
(1)    Dalam hal DPRD Provinsi tidak menyampaikan usulan pengesahan pengangkatan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih kepada Presiden melalui Menteri, dalam
jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak KPU Provinsi menyampaikan penetapan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih kepada DPRD Provinsi, Presiden berdasarkan usulan  Menteri  mengesahkan pengangkatan pasangan    calon Gubernur dan Wakil
Gubernur terpilih berdasarkan usulan KPU Provinsi melalui KPU.
(2)    Dalam hal DPRD Kabupaten/Kota tidak menyampaikan usulan pengesahan pengangkatan
pasangan    calon Bupati dan Wakil Bupati serta pasangan    calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih kepada Menteri melalui Gubernur, dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak KPU Kabupaten/Kota menyampaikan penetapan pasangan    calon Bupati dan Wakil Bupati serta pasangan    calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih kepada DPRD Kabupaten/Kota, Menteri berdasarkan usulan Gubernur mengesahkan pengangkatan pasangan    calon Bupati dan Wakil Bupati serta pasangan    calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih berdasarkan usulan KPU Kabupaten/Kota melalui KPU Provinsi.
(3)    Dalam hal Gubernur tidak menyampaikan usulan penetapan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) kepada Menteri, Menteri mengesahkan pengangkatan pasangan    calon Bupati dan Wakil Bupati serta pasangan    calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih berdasarkan usulan KPU Kabupaten/Kota melalui KPU Provinsi.
(4)    Pengesahan pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya usulan.
(5)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengesahan pengangkatan pasangan    calon
terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
    Bagian Kedua Pelantikan
    Pasal 161

(1)   
Gubernur  dan  Wakil    Gubernur sebelum memangku    jabatannya dilantik dengan mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pejabat yang melantik
(2)    Sumpah/janji Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
    "Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai
Gubernur/Wakil Gubernur dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya, serta berbakti kepada
masyarakat, nusa, dan bangsa."
(3)    Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sebelum memangku jabatannya dilantik dengan mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pejabat yang melantik.

(4)    Sumpah/janji Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) adalah sebagai berikut:
"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota dengan sebaik-baiknya dan seadil- adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya, serta berbakti kepada masyarakat, nusa, dan bangsa."
         Pasal 162       
(1)    Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 ayat (1) memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(2)    Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 161 ayat (3) memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(3)    Gubernur, Bupati, atau Walikota yang akan melakukan penggantian pejabat di lingkungan
Pemerintah Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pelantikan harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri.
         Pasal 163       
(1)    Gubernur dan Wakil Gubernur dilantik oleh Presiden di ibu kota negara.    Pelaksanaan serah terima jabatan Gubernur dilakukan di ibu kota Provinsi.
(2)    Dalam hal Presiden berhalangan, pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur dilakukan oleh
Wakil Presiden.
(3)    Dalam hal Wakil Presiden berhalangan, pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur dilakukan
oleh Menteri.
(4)    Dalam hal calon Gubernur terpilih meninggal dunia, berhalangan tetap, atau mengundurkan
diri, calon Wakil Gubernur terpilih tetap dilantik menjadi Wakil Gubernur meskipun tidak secara berpasangan.
(5)    Dalam hal calon wakil Gubernur terpilih meninggal dunia, berhalangan tetap, atau
mengundurkan diri, calon Gubernur terpilih tetap dilantik menjadi Gubernur meskipun tidak secara berpasangan.
(6)    Dalam hal calon Gubernur dan/atau Calon Wakil Gubernur terpilih ditetapkan menjadi
tersangka pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi Gubernur dan/atau Wakil Gubernur.
(7)    Dalam hal calon Gubernur dan/atau Calon Wakil Gubernur terpilih ditetapkan menjadi
terdakwa pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi Gubernur dan/atau Wakil Gubernur dan saat itu juga diberhentikan sementara sebagai Gubernur dan/atau Wakil Gubernur.

(8)    Dalam hal calon Gubernur dan/atau Calon Wakil Gubernur terpilih ditetapkan menjadi
terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi Gubernur dan/atau Wakil Gubernur dan saat itu juga diberhentikan sebagai Gubernur dan/atau Wakil Gubernur.
     Pasal 164   
(1)    Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dilantik oleh Gubernur di
ibu kota Provinsi yang bersangkutan.    Pelaksanaan serah terima jabatan Bupati/Walikota dilakukan di ibu kota
Kabupaten/Kota.
(2)    Dalam hal Gubernur berhalangan, pelantikan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan
Wakil Walikota dilakukan oleh Wakil Gubernur.
(3)    Dalam hal Gubernur dan/atau Wakil Gubernur tidak dapat melaksanakan sebagaimana
dimaksud pada ketentuan ayat (1) dan ayat (2), Menteri mengambil alih kewenangan Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
(4)    Dalam hal calon Bupati dan Calon Walikota terpilih meninggal dunia, berhalangan tetap,
atau mengundurkan diri, calon wakil Bupati dan Calon wakil Walikota terpilih tetap dilantik menjadi Wakil Bupati dan Wakil Walikota meskipun tidak secara berpasangan.
(5)    Dalam hal calon Wakil Bupati, dan Calon Wakil Walikota terpilih meninggal dunia,
berhalangan tetap, atau mengundurkan diri, calon Bupati dan Calon Walikota terpilih tetap dilantik menjadi Bupati, dan Walikota meskipun tidak secara berpasangan.
(6)    Dalam hal calon Bupati/Walikota dan/atau calon Wakil Bupati/Wakil Walikota terpilih
ditetapkan menjadi tersangka pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota.
(7)    Dalam hal calon Bupati/Walikota dan/atau calon Wakil Bupati/Wakil Walikota terpilih
ditetapkan menjadi terdakwa pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik
menjadi Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota, kemudian saat itu juga diberhentikan sementara sebagai Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota.
(8)    Dalam hal calon Bupati/Walikota dan/atau calon Wakil Bupati/Wakil Walikota terpilih
ditetapkan menjadi terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota, kemudian saat itu juga diberhentikan sebagai Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota.
     Pasal 164A   
(1)    Pelantikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163 dan Pasal 164 dilaksanakan secara serentak.
(2)    Pelantikan secara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada akhir
masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota periode sebelumnya yang paling akhir.
(3)    Dalam hal terdapat 1 (satu) pasangan Bupati dan Wakil Bupati terpilih atau Walikota dan
Wakil Walikota terpilih yang tertunda dan tidak ikut pada pelantikan serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur dapat melakukan pelantikan di Ibu kota Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

(4)    Dalam hal lebih dari 1 (satu) provinsi yang terdapat 1 (satu) pasangan Bupati dan Wakil
Bupati terpilih atau Walikota dan Wakil Walikota terpilih yang tertunda dan tidak ikut pada pelantikan serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri dapat melakukan pelantikan secara bersamaan di Ibu kota Negara.
         Pasal 164B   
Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan dapat melantik Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota secara serentak.
         Pasal 165   
Ketentuan mengenai jadwal dan tata cara pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota diatur dengan Peraturan Presiden.

   
BAB XXII PENDANAAN
    Pasal 166

(1)   
Pendanaan kegiatan Pemilihan dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dan dapat didukung oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)    Dihapus.
(3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan kegiatan Pemilihan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah diatur dengan Peraturan Menteri.
   
BAB XXIII PENGISIAN WAKIL GUBERNUR, WAKIL BUPATI, DAN WAKIL WALIKOTA
    Pasal 167
Dihapus
     Pasal 168   
Dihapu s
     Pasal 169   
Dihapus
     Pasal 170   
Dihapus
     Pasal 171   
Dihapus
     Pasal 172   
Dihapus

             Pasal 173       
(1)    Dalam hal Gubernur, Bupati, dan Walikota berhenti karena:    Yang dimaksud dengan “berhenti” adalah yang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Pemerintahan Daerah.
    a    meninggal dunia;   
    b    permintaan sendiri; atau   
    c    diberhentikan;   
    maka Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota menggantikan Gubernur, Bupati, dan Walikota.   
(2)    DPRD Provinsi menyampaikan usulan pengesahan pengangkatan
Wakil Gubernur menjadi Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Presiden melalui Menteri untuk disahkan pengangkatannya sebagai Gubernur.    Usulan yang
disampaikan DPRD Provinsi kepada Presiden melalui Menteri merupakan calon Gubernur yang diumumkan dalam rapat paripurna DPRD Provinsi.
(3)    Dalam hal DPRD Provinsi tidak menyampaikan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak Gubernur berhenti, Presiden
berdasarkan usulan Menteri mengesahkan pengangkatan Wakil Gubernur sebagai Gubernur berdasarkan:
    a    surat kematian;   
    b    surat pernyataan pengunduran diri dari Gubernur; atau   
    c    keputusan pemberhentian.   
(4)    DPRD Kabupaten/Kota menyampaikan usulan pengangkatan dan pengesahan Wakil Bupati/Wakil Walikota menjadi Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri melalui Gubernur untuk diangkat dan disahkan sebagai Bupati/Walikota.    Usulan yang disampaikan DPRD Kabupaten/Kota kepada Menteri melalui Gubernur merupakan calon Bupati/Walikota yang diumumkan dalam rapat paripurna DPRD Kabupaten/Kota.
(5)    Dalam hal DPRD Kabupaten/Kota tidak menyampaikan usulan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak Bupati/Walikota berhenti, Gubernur menyampaikan usulan kepada Menteri dan Menteri berdasarkan usulan Gubernur mengangkat dan mengesahkan Wakil Bupati/Wakil Walikota sebagai Bupati/Walikota.
(6)    Dalam hal Gubernur tidak menyampaikan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dalam waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya usulan dari DPRD Kabupaten/Kota kepada Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri berdasarkan usulan DPRD Kabupaten/Kota mengangkat dan mengesahkan Wakil
Bupati/Wakil Walikota sebagai Bupati/Walikota.

(7)    Dalam hal Gubernur dan DPRD Kabupaten/Kota tidak menyampaikan usulan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), Menteri mengesahkan pengangkatan Wakil Bupati/Wakil Walikota menjadi Bupati/Walikota berdasarkan:
    a    surat kematian;   
    b    surat pernyataan pengunduran diri dari Bupati/Walikota; atau
    c    keputusan pemberhentian.   
(8)    Ketentuan mengenai tata cara pengisian Gubernur, Bupati, dan Walikota diatur dalam Peraturan Pemerintah.
                 Pasal 174   
(1)    Dalam hal Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara bersama-sama tidak dapat menjalankan tugas karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1), dilakukan pengisian jabatan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota.
(2)    Partai  Politik  atau gabungan
Partai Politik pengusung yang masih memiliki kursi di Dewan Perwakilan    Rakyat    Daerah mengusulkan 2 (dua) pasangan calon    kepada    Dewan Perwakilan    Rakyat    Daerah
untuk dipilih.    Yang dimaksud dengan “Partai Politik atau gabungan
Partai Politik pengusung mengusulkan 2 (dua) pasangan poe calon” adalah Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung yang masih memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada saat dilakukan pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(3)    Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung tidak memiliki kursi di
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada saat dilakukan pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota maka Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
mengusulkan pasangan    calon paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi
(4)    Dalam hal Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan
Wakil Walikota yang berasal dari perseorangan secara bersama-sama tidak dapat menjalankan tugas karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1), dilakukan pengisian jabatan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota, yang calonnya diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi.
(5)    Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melakukan proses pemilihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berdasarkan perolehan suara terbanyak.
(6)    Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyampaikan hasil pemilihan kepada Presiden melalui
Menteri untuk Gubernur dan Wakil Gubernur dan kepada Menteri melalui Gubernur untuk Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
(7)    Dalam hal sisa masa jabatan kurang dari 18 (delapan belas) bulan, Presiden menetapkan
penjabat Gubernur dan Menteri menetapkan penjabat Bupati/Walikota.
(8)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pengisian jabatan melalui Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat
(6) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

         Pasal 175       
Dihapus
         Pasal 176       
(1)    Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung.
(2)    Partai  Politik  atau  gabungan  Partai  Politik
pengusung mengusulkan 2 (dua) orang calon Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui Gubernur, Bupati, atau Walikota, untuk  dipilih  dalam  rapat  paripurna  Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.    Yang dimaksud dengan “gabungan
Partai Politik pengusung mengusulkan 2 (dua) orang” adalah calon Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota yang diusulkan gabungan Partai Politik berjumlah 2 (dua) orang
calon.
(3)    Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berasal dari calon
perseorangan berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan masing-masing oleh DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
(4)    Pengisian kekosongan jabatan Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan
jika sisa masa jabatannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan terhitung sejak kosongnya jabatan tersebut.
(5)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan dan pengangkatan calon Wakil
Gubernur, calon Wakil Bupati, dan calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

   
BAB XXIV KETENTUAN PIDANA
    Pasal 177

Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua
belas juta rupiah).
     Pasal 177A   
(1)    Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00
(tujuh puluh dua juta rupiah).

(2)    Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penyelenggara
Pemilihan dan/atau saksi pasangan    calon dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana maksimumnya.
    Pasal 177B
Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU Kabupaten/Kota, dan anggota KPU Provinsi yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum tidak melakukan verifikasi dan rekapitulasi terhadap data dan daftar pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
    Pasal 178
Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
    Pasal 178A
Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum mengaku dirinya sebagai orang lain untuk menggunakan hak pilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
    Pasal 178B
Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 108 (seratus delapan) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp108.000.000,00 (seratus delapan juta rupiah).
    Pasal 178C
(1)    Setiap orang yang tidak berhak memilih yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara memberikan suaranya 1 (satu) kali atau lebih pada 1 (satu) TPS atau lebih dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2)    Setiap orang yang dengan sengaja menyuruh orang yang tidak berhak memilih memberikan
suaranya 1 (satu) kali atau lebih pada 1 (satu) TPS atau lebih dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 144 (seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp144.000.000,00 (seratus empat puluh empat juta rupiah).

(3)    Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh penyelenggara
Pemilihan dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana maksimumnya.





    Pasal 178D
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menggagalkan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 108 (seratus delapan) bulan dan denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
    Pasal 178E
(1)    Setiap orang yang dengan sengaja memberi keterangan tidak benar, mengubah, merusak, menghilangkan hasil pemungutan dan/atau hasil penghitungan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 48 (empat puluh delapan) bulan dan paling lama 144 (seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah) dan paling banyak Rp144.000.000,00 (seratus empat puluh empat juta rupiah).
(2)    Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penyelenggara
Pemilihan dan/atau saksi pasangan    calon dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana maksimumnya.
    Pasal 178F
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menggagalkan pleno penghitungan suara tahap akhir yang dilakukan di KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 144 (seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
    Pasal 178G
Setiap orang yang dengan sengaja pada waktu pemungutan suara mendampingi seorang pemilih yang bukan pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fisik lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
    Pasal 178H
Setiap orang yang membantu pemilih untuk menggunakan hak pilih dengan sengaja memberitahukan pilihan pemilih kepada orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam
juta rupiah).

    Pasal 179

Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan surat yang menurut suatu aturan dalam Undang- Undang ini diperlukan untuk menjalankan suatu perbuatan dengan maksud untuk digunakan sendiri atau orang lain sebagai seolah-olah surat sah atau tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).







    Pasal 180

(1)   
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menghilangkan hak seseorang menjadi Calon Gubernur/Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati/Calon Wakil Bupati, dan Calon Walikota/Calon Wakil Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2)    Setiap orang yang karena jabatannya dengan sengaja melakukan perbuatan melawan
hukum menghilangkan hak seseorang menjadi Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota atau meloloskan calon dan/atau pasangan    calon yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 45, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 96 (sembilan puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp96.000.000,00 (sembilan puluh enam juta rupiah).
    Pasal 181

Setiap orang yang dengan sengaja dan mengetahui bahwa suatu surat adalah tidak sah atau dipalsukan, menggunakannya, atau menyuruh orang lain menggunakannya sebagai surat sah, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
    Pasal 182

Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekuasaan yang ada padanya saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilihan menurut Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Pasal 182A

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, dan menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Pasal 182B

Seorang majikan atau atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan diancam dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).






Pasal 183

Setiap orang yang melakukan kekerasan terkait dengan penetapan hasil Pemilihan menurut Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 184

Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan surat palsu seolah-olah sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang diperlukan bagi persyaratan untuk menjadi Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Pasal 185

Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan identitas diri palsu untuk mendukung pasangan    calon perseorangan menjadi calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur, calon Bupati dan calon Wakil Bupati, dan calon Walikota dan calon Wakil Walikota dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)
dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

    Pasal 185A
(1)    Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan daftar dukungan terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling
banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2)    Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penyelenggara
Pemilihan dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana maksimumnya.
    Pasal 185B
Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU Kabupaten/Kota, anggota KPU Provinsi, dan/atau petugas yang diberikan kewenangan melakukan verifikasi dan rekapitulasi yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum tidak melakukan verifikasi dan rekapitulasi terhadap dukungan calon perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
    Pasal 186
(1)    Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU Kabupaten/Kota, dan anggota KPU Provinsi yang dengan sengaja memalsukan daftar dukungan terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh
puluh dua juta rupiah).
(2)    Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU Kabupaten/Kota, dan anggota KPU Provinsi yang
dengan sengaja tidak melakukan verifikasi dan rekapitulasi terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
    Pasal 186A
(1)    Ketua dan sekretaris Partai Politik tingkat Provinsi dan/atau tingkat Kabupaten/Kota yang mendaftarkan pasangan    calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) yang tidak didasarkan pada surat keputusan pengurus Partai Politik tingkat Pusat tentang Persetujuan atas calon yang diusulkan oleh pengurus Partai Politik tingkat Provinsi dan/atau pengurus Partai Politik tingkat Kabupaten/Kota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling
banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

(2)    Penyelenggara Pemilihan yang menetapkan pasangan    calon yang didaftarkan sebagai
peserta Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana maksimumnya.
         Pasal 187   
(1)    Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk masing-masing calon, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari atau paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(2)    Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan Kampanye
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf f dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000.00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000.00 (enam juta rupiah).
(3)    Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan Kampanye
Pemilihan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(4)    Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya
Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6
(enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu ruplah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
(5)    Setiap orang yang memberi atau menerima dana Kampanye melebihi batas yang ditentukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (5), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan atau paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan/atau denda paling   sedikit  Rp200.000.000,00  (dua  ratus   juta   rupiah)   atau   paling   banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(6)    Setiap orang yang dengan sengaja menerima atau memberi dana Kampanye dari atau
kepada pihak yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) dan/atau tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan atau paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(7)    Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar dalam laporan
dana Kampanye sebagaimana diwajibkan oleh Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan atau paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(8)    Calon yang menerima sumbangan dana Kampanye dan tidak melaporkan kepada KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dan/atau tidak menyetorkan ke kas negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda sebanyak 3 (tiga) kali dari jumlah sumbangan yang diterima.

    Pasal 187A

(1)   
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2)    Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan
melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    Pasal 187B

Anggota Partai Politik atau anggota gabungan Partai Politik yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
    Pasal 187C

Setiap orang atau lembaga yang terbukti dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memberi imbalan pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota maka penetapan sebagai calon, pasangan    calon terpilih, atau sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (5), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan pidana penjara paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
    Pasal 187D

Pengurus lembaga pemantau Pemilihan yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga
puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).


    Pasal 188
Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
    Pasal 189
Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota yang dengan sengaja melibatkan pejabat badan usaha milik negara, pejabat badan usaha milik daerah, Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah serta perangkat desa atau sebutan lain/perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
    Pasal 190
Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
    Pasal 190A
Penyelenggara Pemilihan, atau perusahaan yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum merubah jumlah surat suara yang dicetak sama dengan jumlah Pemilih tetap ditambah dengan 2,5% (dua setengah persen) dari jumlah Pemilih tetap sebagai cadangan, yang ditetapkan dengan Keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh milyar lima ratus juta rupiah).
    Pasal 191
(1)    Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah penetapan pasangan    calon sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan paling
banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

(2)    Pimpinan Partai Politik atau gabungan pimpinan Partai Politik yang dengan sengaja menarik
pasangan    calonnya dan/atau pasangan    calon perseorangan yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
         Pasal 192   
Dihapus
   
     Pasal 193   
(1)    Dalam hal KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tidak menetapkan pemungutan dan/atau penghitungan suara ulang di TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 dan Pasal 113 berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi atau Panwas Kabupaten/Kota tanpa alasan yang dibenarkan berdasarkan Undang-Undang ini, anggota KPU Provinsi dan anggota KPU Kabupaten/Kota dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 144 (seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp144.000.000,00 (seratus empat puluh empat juta rupiah).
(2)    Dalam hal KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tidak menetapkan pemilihan lanjutan
dan/atau pemilihan susulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 dan Pasal 121 berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi atau Panwas Kabupaten/Kota tanpa alasan yang dibenarkan berdasarkan Undang-Undang ini, anggota KPU Provinsi dan anggota KPU Kabupaten/Kota dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 144 (seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp144.000.000,00
(seratus empat puluh empat juta rupiah).
(3)    Ketua dan anggota KPPS, ketua dan anggota PPK, ketua dan anggota KPU Kabupaten/Kota,
atau ketua dan anggota KPU Provinsi yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum tidak membuat dan/atau menandatangani berita acara perolehan pasangan    calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan    calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan    calon Walikota dan Calon Wakil Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(4)    Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak melaksanakan ketetapan KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di TPS, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

(5)    Setiap KPPS yang dengan sengaja tidak memberikan salinan 1 (satu) eksemplar berita acara
pemungutan dan penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara pada saksi calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur, calon Bupati dan calon Wakil Bupati, serta calon Walikota dan calon Wakil Walikota, PPL, PPS dan PPK melalui PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (12) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(6)    Setiap KPPS yang tidak menjaga, mengamankan keutuhan kotak suara, dan menyerahkan
kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK pada Hari yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf q, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(7)    Setiap PPS yang tidak mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah
kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
         Pasal 193A   
(1)    Ketua dan/atau anggota KPU Provinsi yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 144 (seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp144.000.000,00 (seratus empat puluh empat juta rupiah).
(2)    Ketua dan/atau anggota KPU Kabupaten/Kota yang melanggar kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 144 (seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp144.000.000,00 (seratus empat puluh empat juta rupiah).
         Pasal 193B   
(1)    Ketua dan/atau anggota Bawaslu Provinsi yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 144 (seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp144.000.000,00 (seratus empat puluh empat juta rupiah).
(2)    Ketua dan/atau anggota Panwas Kabupaten/Kota yang melanggar kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 144 (seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp144.000.000,00 (seratus
empat puluh empat juta rupiah).



    Pasal 194

Panwas Kecamatan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
    Pasal 195

Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 60 (enam puluh) bulan dan paling lama 120 (seratus dua puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
    Pasal 196
Dihapus
    Pasal 197

(1)   
Dalam hal KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tidak menetapkan perolehan hasil Pemilihan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah).
(2)    Dihapus
    Pasal 198

Ketua dan anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan
paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

     Pasal 198A   
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindak kekerasan atau menghalang-halangi Penyelenggara Pemilihan dalam melaksanakan tugasnya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat
juta rupiah).

   
BAB XXV KETENTUAN LAIN-LAIN
    Pasal 199

Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku juga bagi penyelenggaraan Pemilihan di Provinsi Aceh, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat, sepanjang tidak diatur lain dalam Undang-Undang tersendiri.
   
BAB XXVI KETENTUAN PERALIHAN
    Pasal 200

(1)   
Pendanaan kegiatan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota yang dilaksanakan pada tahun 2015 dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(2)    Dalam hal kegiatan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota yang dilaksanakan pada tahun 2015 dan dilanjutkan pada tahun 2016, pendanaannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2016.
(3)    Bagi daerah yang sedang melaksanakan tahapan Pemilihan, tahapan Pemilihan yang sedang berjalan menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
     Pasal 200A   
(1)    Seleksi Penerimaan PPK dan PPS yang telah dilaksanakan sebelum berlakunya Undang- Undang ini, tetap berlaku dan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun harus menyesuaikan dengan Pasal 16 dan Pasal 19 Undang-Undang ini.
(2)    Pengawasan terhadap tahapan rekrutmen PPK, PPS, dan KPPS yang telah dilaksanakan
sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap berlaku dan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun harus menyesuaikan dengan Pasal 30 huruf a angka 1 Undang-Undang ini.
(3)    Surat keterangan sementara dari kepala dinas yang menyelenggarakan urusan
kependudukan dan catatan sipil di kabupaten/kota setempat, baik sebagai syarat dukungan calon perseorangan maupun sebagai syarat terdaftar sebagai pemilih dapat dipergunakan paling lambat sampai dengan bulan Desember 2018.

(4)    Syarat dukungan calon perseorangan maupun sebagai syarat terdaftar sebagai pemilih
menggunakan Kartu Tanda Penduduk Elektronik terhitung sejak bulan Januari 2019.
(5)    Pelantikan pasangan    calon terpilih hasil Pemilihan tahun 2017 dan tahun 2018 dapat
dilakukan secara serentak bertahap.
         Pasal 201       
(1)    Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2015 dan bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun 2016 dilaksanakan pada
tanggal dan bulan yang sama pada bulan Desember tahun 2015.
(2)    Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang masa jabatannya berakhir pada bulan Juli sampai dengan bulan Desember tahun 2016 dan yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2017 dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama pada bulan Februari tahun 2017.
(3)    Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota hasil Pemilihan tahun 2017 menjabat sampai dengan tahun 2022.
(4)    Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2018 dan tahun 2019 dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama pada bulan Juni tahun 2018.
(5)    Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota hasil Pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023.
(6)    Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta
Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2015 dilaksanakan pada bulan September tahun 2020.
(7)    Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota hasil Pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024.
(8)    Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024.
(9)    Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2023 sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota sampai dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota melalui Pemilihan serentak nasional pada tahun 2024.    Penjabat Gubernur,
penjabat Bupati, dan penjabat Walikota masa jabatannya 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) tahun berikut dengan orang yang sama/berbeda.
(10)    Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal
dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(11)    Untuk mengisi kekosongan jabatan Bupati/Walikota, diangkat penjabat Bupati/Walikota
yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan Bupati, dan Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(12)    Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Pemilihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (6), dan ayat (8) diatur dengan Peraturan KPU.
     Pasal 202   
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang tidak sampai satu periode akibat ketentuan Pasal 201 diberi kompensasi uang sebesar gaji pokok dikalikan jumlah bulan yang tersisa serta mendapatkan hak pensiun untuk satu periode.
     Pasal 203   
(1)    Dalam hal terjadi kekosongan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang diangkat berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota menggantikan Gubernur, Bupati, dan Walikota sampai
dengan berakhir masa jabatannya.
(2)    Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota yang
diangkat berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mekanisme pengisiannya dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang ini.
     Pasal 204   
Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang- undangan mengenai penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang ini.
   
BAB XXVII KETENTUAN PENUTUP
    Pasal 205

Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 243, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun Nomor 5586) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

    Pasal 205A

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
    Pasal 205B

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari:
a    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5678); dan
b    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656);
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-
Undang ini.
    Pasal 205C

Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
    Pasal 206

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.